TASIKMALAYA, (KAPOL).-
Paguyuban Pasundan merupakan organisasi etnik tertua dan satu-satunya yang masih tersisa di Indonesia. Berdiri sejak tanggal 20 Juli 1913, Paguyubam Pasundan terus bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
Paguyuban Pasundan terus berupaya untuk melestarikan budaya Sunda dengan melibatkan bukan hanya orang Sunda tapi semua yang mempunyai kepedulian terhadap budaya Sunda.
Selama kiprah perjalanan Paguyuban Pasundan, organisasi ini sudah memiliki 110 sekolah menengah dan empat universitas. Salah satunya adalah Unpas (Universitas Pasundan) Bandung.
Hanya saja, gaung dari hibar Paguyuban Pasundan di era digital ini terbilang redup. Jarang ada orang yang tahu tentang program ataupun kegiatan Paguyuban Pasundan.
Menanggapi hal itu, Peneliti Paguyuban Pasundan, Iip D Yahya tidak menampik jika eksistensi Paguyuban Pasundan tidak terdengar gaungnya. Meski secara kiprah, Paguyuban Pasundan masih eksis sampai hari ini.
“Pada zaman Jepang, jumlah sekolah baru 52. Sekarang sudah 110. Ada 4 universitas termasuk Unpas. Secara keanggotaan juga bertambah. Artinya Paguyuban Pasundan masih eksis sampai hari ini,” kata Iip, Kamis (20/10/2016).
Iip menambahkan faktor utama tidak terdengarnya gaung eksistensi Paguyuban Pasundan karena kurang terekspose oleh media. Padahal, lanjut Iip, sejarah perjalanan Paguyuban Pasundan mencatat ada tiga media yang dihidupkan oleh Paguyuban Pasundan.
Iip memaparkan ada tiga bagian. Pertama media internal, media khusus untuk internal anggota Paguyuban Pasundan. Ke dua media corong atau media yang diterbitkan oleh Paguyuban Pasundan untuk khalayak umum dan yang terakhir media partner. Media kaliber nasional yang berpartner dengan Paguyuban Pasundan.
“Media internalnya dulu itu Orgaan. Namanya Papaes Nonoman lalu diganti Pasoendan. Untuk media corongnya ada Sipatahoenan. Sedangkan media partner Paguyuban Pasundan bermitra dengan Harian Pemandangan,” kata Iip.
Sayangnya, kata Iip, konsep media di tubuh Paguyuban Pasundan itu hari ini redup. Terlebih memasuki era digital seperti hari ini. Iip pun menilai Paguyuban Pasundan perlu menghidupkan kembali kekuatan media. Paguyuban pasundan perlu meningkatkan artikulasi untuk menjelaskan siapa dirinya.
“Untuk itu saya mendorong agar kepengurusan Paguyuban Pasundan di Tasikmalaya yang baru terbentuk bisa kembali menghidupkan corong media Paguyuban Pasundan ini,” kata Iip. (Imam Mudofar)