TASIKMALAYA, (KAPOL).-
Sudah lebih dari 2 dekade produksi perfilman Indonesia mengalami perkembangan. Tidak hanya dari kuantitas, akan tetapi kualitas. Mulai dari beberapa film saja di awal perkembangannya hingga puluhan bahkan ratusan film diproduksi setiap tahunnya. Bahkan geliatnya kini tak hanya dapat dirasakan di ranah pusat. Padahal kemunculan komunitas-komunitas film di daerah-daerah hingga pelosok turut memeriahkan perkembangan industri ini.
Hasil karya produksi komunitas ini biasanya dikenal dengan produksi indie. Produksi indie yang ada saat ini, secara kualitas cerita, sebenarnya tidak kalah dari film hasil produksi industry bermodal besar. Beberapa diantaranya bahkan patut diacungi jempol dengan menjuarai berbagai festival, baik nasional atau pun internasional.
Namun yang jadi permasalahannya saat ini adalah wadah atau media distribusi yang sangat kurang. Selain festival, hampir tidak ada pihak yang bergerak secara serius di bidang distribusi film indie ini. Karena tidak semua film bisa berhasil dalam festival, dan tidak semua film pemenang festival bisa sukses dalam penjualan.
Bioskop Indie Tasik akhirnya digagas. Bertempatkan di Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya, BIT memutar film berdurasi 75 dengan judul “Cakra Buana.” Hasil karya sutradara Massimo Burhanuddin dan dibintangi oleh actor dari Tasikmalaya (3 orang) dan Bandung (3 orang).
“Film ini merupakan projek kolaborasi sineas muda Tasikmalaya, Bandung dan Jakarta. Pelaksanaan produksi sendiri 90% dilaksanakan di tasikmalaya,” ujar Ketua Pelaksana BIT, Muhammad Aditya, Selasa (8/11/2016).
Setelah diputar di beberapa festival Internasional, lanjut Adit, (Bali International film Festival 2015, San Fransisco Indonesia Film Festival 2016, nominasi piala Maya 2015 kategori film daerah) kali ini ‘Cakra Buana’ kembali bersama BIT di tanah kelahirannya, Kota Tasikmalaya.
“Diputar Selasa (15/11/2016) sampai Kamis (17/11/2016) nanti. Mulai jam 10 sampai jam setengah 4 sore,” kata Adit.
BIT sendir, lanjut Adit, mengusung tema Bioskop Rakyat. Dengan dilaksanakan di sebuah ruang/gedung lengkap dengan layar dan tata suara sedemikian rupa hingga menyerupai bioskop, dengan tarif yang jauh lebih murah dibanding bioskop pada umumnya sehingga bisa dijangkau semua kalangan, film-film yang akan diputar pun khusus film-film indonesia. Baik film-film panjang maupun film pendek.
“Oleh karena itu BIT hadir menjadi salah satu alternatif dalam penjualan film khususnya yang diproduksi secara indie,” pungkas Adit. (Imam Mudofar)