
SINGAPARNA, (KAPOL).-
Makin tingginya angka kekerasan seksual pada perempuan perlu segera disikapi dengan membuat payung hukum yang kuat dan terfokus. Sementara hukum materil dan formil yang ada di Indonesia saat ini dinilai jangkauannya masih terbatas. Solusinya yakni disahkannya Undang-undang khusus Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini tengah dalam rancangan Komnas Prempuan.
Di Tasikmalaya sendiri, dorongan disahkannya Undang-undang penghapusan kekerasan seksual tengah digencarkan oleh Puan Amal Hayati Cipasung. Bahkan lembaga yang kerap membantu advokasi atas pengaduan kekerasan perempuan tersebut mencoba merangkul sejumlah lembaga dan organisasi guna ikut mendukung disahkannya Undang-undang tersebut. Dari mulai Kepolisian, TNI, Kejaksaan, Pengadilan, hingga organisasi kemasyarakatan diharapkan ikut mendukung gerakan ini.
Ketua Puan Amal Hayati Cipasung, Dra Hj Enung Nursaidah R, M.Pd, menjelaskan saat ini rancangan Undang-undang penghapusan kekerasan seksual telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Penggodokan masih dilakukan dengan menerima sejumlah masuk-masukan dari berbagai pihak, termasuk dari Puan Amal Hayati Cipasung. Dirinya berharap jika pada tahun ini RUU tersebut segera diketuk.
“Kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan ditemukan ada 15 bentuk kekerasan. Kita mungkin hanya mengenal perkosaan dan pelecehan saja, ternyata masih banyak bentuk kekerasan seksual lain. Dalam undang-undang yang ada belum terakomodir semua,” jelas Enung ketika melakukan sosialisasi kepada sejumlah lembaga dan organisasi di Cipasung Singaparna, Selasa (16/8/2016).
Di Kabupaten Tasikmalaya sendiri angka kekerasan seksual pada perempuan masih tergolong tinggi. Bahkan setiap bulannya Puan kerap menerima berbagai pengaduan, baik berupa pelecehan seksual, ekpoitasi seksual dan yang terbanyak yakni kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sejak awal pihaknya memberikan layanan, beragam pengaduan masuk. Korbannya seluruh usia dari orang dewas hingga balita. Modus-modusnya pun kian berganti, tidak hanya dalam artian sempit terjadinya hubungan badan, tetapi pemaknaan kekerasan seksual ini makin luas.
Dengan merangkul banyak lembaga dan organisasi, maka diharapkan makin kuat pula dorongan masyarakat akan pentingnya Undang-undang penghapusan kekerasan perempuan. Sebab pencegahan kekerasan seksual tidak bisa dilakukan hanya seorang diri, tetapi meski mendapatkan banyak dukungan dari semua pihak. (Aris Mohamad F)***