TAWANG, (KAPOL).- Menjelang hari pencoblosan yang tinggal 38 hari lagi sampai 15 Februari 2017, Calon Wakil Wali Kota Tasikmalaya, dr. Asep Hidayat terus menyosialisasikan ide, gagasan dan program.
Salah satunya soal peningkatan usaha dan penanggulangan kemiskinan. Paslon nomor urut tiga ini memiliki tiga konsep penanggulangan kemiskinan dan tujuh langkah peningkatan usaha agar kemiskinan di Kota Tasikmalaya menurun. Asep pun gencar menyosialisasikan gagasan tersebut melalui jejaring sosial Facebook, termasuk dikegiatan temu langsung dengan masyarakat.
Menurut mantu dari Keluarga Mayasari Grup ini, tujuh langkah solusi tersebut antara lain adanya survei investigasi dan validasa data tentang penduduk miskin, kemudian pembuatan kartu miskin, mengalokasikan anggaran khusus, pendayagunaan dana CSR, bekerjasama dengan Kamar Daging dan Industri (Kadin) untuk merumuskan dan melaksanakan program ekonomi kreatif serta membantu pemasaran prodak sampai ekspor, memberikan jaminan perbankkan dan memfasilitasi penerbitan Badan Sertifikasi Mutu ISO 9001. Pasalnya, pelaku usaha di Tasik tidak bisa lagi ke Tanah Abang kalau produknya tak bersertifikat mutu.
Adapun rencana konsep solusi dalam menanggulangi kemiskinan, tuturnya, dibagi tiga kelas yakni miskin karena tidak punya pekerjaan tapi punya keahlian, miskin karena tidak memiliki keahlian dan modal usaha, serta miskin tidak mampu lagi bekerja.
Untuk kategori miskin karena tidak punya pekerjaan tapi punya keahlian, Asep menyampaikan ide bantuan modal usaha bergulir melalui Koperasi Warga Melawan Rentenir (Kowanir) yang akan dibentuk disetiap RW, Kelompok Usaha, Komunitas dan pasar-pasar Tradisional. Pasalnya hasil investigasi tim Dede-Asep, rentenir begitu mewabah dimana-mana.
“Ada koperasi kelurahan tapi daya cengkeramnya kurang. Rentenir terap merajalela. Apalagi di pasar-pasar,” ujarnya.
Untuk menguatkan Kowanir tadi, perlu kerjasama dengan perusahaan-perusahaan, perdagangan dan jasa untuk melibatkan tenaga kerja lokal lebih besar dibanding tenaga luar.
“Serta memberikan diklat pengembangan keahlian, sertifikasi bekerjasama dengan asosiasi profesi dan mendirikan Kampung Usaha Ekonomi Kreatif,” kata Asep.
Konsep kedua tentang yang miskin tidak memiliki keahlian dan tidak memiliki modal usaha. Asep memberi solusi perlu adanya diklat kerja mandiri melalui LPKM (Lembaga Pembekalan Kerja Mandiri) bekerjasama dengan BLK, Asosiasi Profesi, Pengusaha dan Perguruan Tinggi. LPKM dibentuk berdasarkan perda dan SK Walikota. Termasuk pemberian bantuan modal usaha bergulir, dan mendirikan kampung usaha ekonomi kreatif berbasis potensi budaya, potensi SDA dan potensi Ekonomi yang telah ada di kota Tasikmalaya.
“Ketiga miskin karena tidak mampu lagi bekerja seperti akibat sakit atau cacat permanen. Kami menilai perlu adanya santunan tetap melalui program santunan sosial, penggunaan dana bansos tepat sasaran, BLT (Bantuan Langsung Tunai), BAZ yang kesemuanya akan dikoordinir oleh Dinas Sosial melalui program BANTOSAN ( Bantuan Tetap Operasional Bulanan). Adapaun prosedur dan mekanisme kita rumuskan kemudian,” ucapnya.
Tujuh langkah dan tiga konsep tadi, kata Asep, sebagai program dia agar Kota Tasikmalaya tidak selalu berpredikat sebagai Kota yang penduduknya termiskin di Jawa Barat. (Jani Noor)***