NASIB malang dialami puluhan warga Kabupaten Garut yang hingga saat ini tertahan di
Bandara Mutiara SIS Al Jufrie, Palu, Sulawesi Tengah. Sudah empat hari lamanya mereka tertahan dan selama itu mereka merasakan kelaparan akibat belum pernah mendapatkan pasokan makanan.
Adanya puluhan warga Garut yang saat ini tertahan di Bandara Mutiara SIS Al Jufrie, Palu, diungkapkan Iman Maulana (23). Ia merupakan salah seorang warga Desa Sukalilah, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut yang saat bencana gempa dan tsunami melanda Palu, sedang berada di sana.
“Saya masih di sini (Palu) bersama puluhan warga Desa Sukalilah lainnya. Sudah empat hari
kami tertahan di bandara karena menunggu pesawat yang akan mengangkut kami ke Pulau Jawa,” ujar Iman yang dihubungi melalui HP, Rabu (3/10/2018).
Ironisnya, selama tertahan di bandara, diakui Iman, ia dan puluhan warga Garut lainnya
dilanda kelaparan.
Selama empat hari itu, mereka sama sekali tak mendapatkan pasokan makanan sehingga yang masuk ke perut selama ini hanya berupa air dan kue alakadarnya.
“Sudah empat hari ini kami tak makan nasi. Hanya kue-kue ringan yang sempat kami makan
sedangkan air minum alhamdulillah masih ada meski tak begitu banyak,” katanya.
Ia menuturkan, hingga saat ini masih ada sekitar 40 orang warga Garut yang masih berada di
Palu dan tertahan di bandara. Mereka semua sudah sangat menginginkan pulang ke kampung
halamannya karena merasa trauma tinggal di Palu.
Iman dan tiga rekannya saat ini sudah bisa berada di areal bandara sedangkan yang lainnya
masih mengantri di luar.
Dari informasi yang didapatkannya, hari ini akan ada Presiden Jokowi ke Bandara Mutiara SIS Al Jufrie untuk melakukan peninjauan.
“Masih ada rekan-rekan saya yang belum bisa masuk bandara dan saat ini sedang antre.
Mudah-mudahan setelah kedatangan Pak Jokowi, mereka semua bisa masuk ke bandara dan kami bisa secepatnya pulang ke Garut,” ucap Iman.
Menurutnya, hingga saat ini ia belum mendapatkan kepastian kapan bisa diberangkatkan dari Palu ke Pulau Jawa.
Namun semuanya berharap bisa secepatnya berangkat dari Palu karena ingin melupakan tragedi mengerikan yang mereka saksikan dengan jelas.
Selain itu, di Palu mereka juga kesulitan mendapatkan makanan dan kondisi Palu pun sudah sangat rusak.
Lebih jauh Iman menuturkan, selama ini memang cukup banyak warga Garut yang berada di
daerah Palu. Mereka datang ke Palu sebagai menjadi buruh bangunan juga menjadi penjual plafon rumah atau gypsum.
“Bukan hanya laki-laki dan dewasa, di sini juga banyak perempuan dan anak-anak yang merupakan warga Garut. Perempuan dan anak-anak sudah diutamakan dipulangkan duluan,” tuturnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, hingga saat ini dirinya tak mendapatkan kabar adanya warga
Garut yang meninggal dalam bencana alam yang terjadi di Palu dan Donggala.
Pascagempa, memang ia sempat kesulitan emnghubungi sejumlah rekan-rekannya akan tetapi saat ini seluruh warga Garut sudah terdata dan semuanya dinyatakan selamat. (Aep Hendy S)***