SUMEDANG, (KAPOL).- Sanksi bagi pelaku money politic dalam pemilihan umum (Pemilu) termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu relatif tinggi.
Hal itu diukur dari denda hukuman dan sanksi pidananya dan itu jika memang terbukti.
“Pelaku money politic pada pemilu, sanksinya dikisaran 36 bulan sampai 72 bulan kurungan penjara. Dendanya, paling sedikit Rp 36 Juta dan paling banyak Rp 72 Juta,” kata Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kab. Sumedang, Dadang Priatna kepada KAPOL (Grup Pikiran Rakyat), Kamis (18/1/2018).
Bukan hanya itu, kata dia, sanksi dalam money politic pemilu pun, berlaku bagi siapa saja yang menerimanya.
Artinya, kata dia, sanksi kurungan penjara dan denda akibat terlibat money politic itu, tak hanya bagi pemberi saja.
Berkaca dari itu, Dadang berharap agar masyarakat berpikir yang panjang agar tak terjerat pidana pelanggaran pemilu.
“Ironis, uang yang diterima tak banyak, tapi sanksinya pun cukup berat,” kata Dadang.
Ia mengatakan, semua orang bisa terjerat jika terlibat money politic atau tak hanya berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) saja.
Lebih lanjut Dadang mengatakan, sampai sejak memasuki tahapan pilkada Sumedang, pihaknya sudah menerima laporan dan menemukan dugaan pelanggaran.
“Laporan dan temuan dugaan pelanggaran Pilkada Sumedang itu, terbilang cukup banyak,” ucapnya.
Namun, kata dia, laporan dan temuan tersebut setelah diverifikasi dinyatakan tak memenuhi unsur syarat material dan formal.
Laporan dan temuan dugaan pelanggaran Pilkada Sumedang itu, ucap dia, diantaranya ada kades dan ASN ikut dalam acara deklarasi bapaslon hingga ‘jajap’ daftar ke KPU.
Bahkan, kata dia, ada juga temuan dan laporan serta pengaduan dugaan pencemaran nama baik terhadap salah satu bapaslon.
Kendati demikian, setelah diverifikasi jika temuan dan laporan itu pun sama dinyatakan tak memenuhi unsur material dan formil.
Dikatakan, apa pun laporan dan temuan Panwaslu akan ditindak lanjuti yang kemudian diverifikasi.
“Kita serius menyikapi apa pun bentuk laporan dari masyarakat. Kita berusaha seoptimal mungkin untuk profesional, agar menekan dugaan dari masyarakat jika KPU masuk angin,” katanya. (Azis Abdullah)***