“Pegawai pengawas ketenagakerjaan, jumlahnya terbatas. Sementara, jangkauan tugas pengawasannya nanti ada di sebanyak 11 kab/kota, termasuk Priangan Timur,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumedang, Dikdik Sadikin, melalui Kabid Hubungan Industrial, Jarkasih.
Menurut dia, standar operasional prosedur (SOP) pegawai pengawas ketenaga kerjaan, satu orang mengawasi 5 sampai dengan 8 perusahaan per bulan.
Jelas tak akan efektif, jika kantornya di Bandung, sementara pengawasannya hingga ke Pangandaran.
“Bagi kami tak soal, karena itu sudah menjadi amanat UU. Diantaranya berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemda yang juga dipertegas PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang kewenangan,” ucap Jarkasih, Senin (23/10/2017).
Dikatakan, semua pegawai di seksi pengawasan disnaker seluruh kab/kota, ditarik ke provinsi.
“Untuk Sumedang saja, ada sebanyak empat pegawai di seksi pengawasan yang sudah ditarik ke provinsi,” ujarnya.
Menurut dia, penarikan pegawai pengawas ketenaga kerjaan itu, berlaku secara nasional.
“Tupoksi pegawai pengawas ketenagakerjaan di kab/kota itu, biasanya membuat rencana kerja, melaporkan ke pimpinan dengan membuat nota sesuai hasil temuan dilapangan,” katanya.
Sebenarnya, kata dia, pegawai seksi pengawasan itu bekerja yang paling sibuk.
Tentu saja, kata dia, berbeda dengan kinerja seksi perselisihan yang hanya mengakomodir permohonan mediasi.
“Beban dan tugas kami pun sekarang hanya 50 persen saja, karena satu seksi ditarik ke provinsi, tapi permasalahannya apakah itu akan efektif atau tidak?,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, anggaran pengawasan pun sekarang tak lagi melalui APBD Kabupaten, tapi dari provinsi.
Bayangkan saja, di Sumedang itu terdapat sebanyak 600 perusahaan dengan skala besar, menengah dan kecil.
Biasanya, seorang pegawai pengawas bekerja untuk mengawasi sebanyak 8 perusahaan per bulan.
Sebelumnya, kata dia, Sumedang pun sebenarnya menganggap masih kekurangan pegawai pengawas.
Karena, idealnya pegawai pengawas di kab/kota itu sedikitnya ada 10 sampai 15 orang dan baru itu akan efektif.
Apalagi, kata dia, sekarang itu perusahaan akan diawasi oleh provinsi dan apakah akan “kageroh” jika pegawai pengawas terbatas dan harus mengawasi perusahaan yang ada di 11 kab/kota?.
Dikatakan, tak mudah menjadi pegawai pengawas ketenagakerjaaan itu.
Karena, ujar dia menambahkan, penunjukannya pun oleh menteri dan mesti teruji kompetensi dan independennya serta harus menempuh diklat.
“Pegawai pengawas ketenaga kerjaan ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk,” ucapnya.
Sebenarnya, ada ketimpangan aturan antara UU Nomor 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 18 Tahun 2016, dengan
Pasal 178, UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Sesuai Pasal 178, pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada insansi yang lingkup tugasnya melalui pusat, provinsi dan kab/kota.
Bahkan, di Pasal 179 disebutkan,
unit pengawasan mesti tanggungjawab dan wajib melaksanakan pengawasan serta melaporkan kepada mennteri.
“Sudah jelas bertentangan, namun jika sudah diamanatkan UU dan menjadi kebijakan pusat, kita di kab/kota mengikuti saja,” ujarnya.
Sementara, Komisi C, DPRD Kab. Sumedang, Dadang Romansyah
berharap agar provinsi tetap melibatkan Pemkab Sumedang terkait pengawasan ketenagakerjaan dan perusahaan.
Kendati, kata dia, provinsi yang memang memiliki tanggungjawab soal pengawasan perusahaan tersebut.
“Kita yang lebih mengetahui persoalan ketenagakerjaan di Sumedang dan jika ada masalah pun sudah dipastikan kita dulu yang akan didatangi pihak perusahaan atau buruh,” ucapnya.
DPRD Sumedang akan koordinasi dengan pihak provinsi agar Pemkab Sumedang masih tetap dilibatkan dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan.
“Kita berharap tak ada permasalahan soal ketenagakerjaan di Sumedang. Namun, jika ada masalah pun kita akan ikut mengurai, agar masalahnya tak menumpuk,” ujarnya. (Azis Abdullah)***