TASIKMALAYA, (KAPOL),-Anggaran yang digelontorkan Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk belanja pegawai masih sangat tinggi.
Untuk APBD 2016, Kota Tasikmalaya didapuk sebagai penggelontor dana terbanyak ketiga se-Indonesia yang peruntukkan dana terbanyak bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Tak kurang dari 66,07 persen alokasi anggaran PNS tadi, sementara sisanya sekira 33,03 persen untuk publik. Belum lagi dari 33,03 persen itu separuh belanja tidak langsung yang manfaatnya kembali ke birokrasi.
Posisi ketiga ini sangat memprihatinkan karena Kota Tasikmalaya satu-satunya Kota di Pulau Jawa dari 514 Kota Kabupaten se-Indonesia dengan posisi pertama Kabupaten Langkat Sumatera Utara 68,4 persen dan Kota Pematang Siantar Sumatera Utara 66,25 persen. Adapun terendah yakni Kabupaten Nduga 12,12 persen,Kabupaten Pulau Taliabu 14,58 persen dan Kabupaten Intan Jaya 14,80 persen yang ketiganya Provinsi Papua.
Predikat ketiga se-Indonesia ini pun diperoleh dari Direktorat Jendral (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI yang mencatat ada 131 daerah menggunakan dana APBD-nya lebih besar untuk belanja pegawai. Yang salah satunya Pemerintah Kota Tasikmalaya sebagai pengguna terbesar ketiga se-Indonesia.
Pemerhati Anggaran, Nandang Suherman membenarkan informasi tersebut. Dan sudah dipublikasi sejak Februari 2017 oleh Kementerian Keuangan.
“Ya memang Kota Tasik terbanyak ketiga se-Indonesia. Ini bukti bahwa Pemkot Tasik lebih memanjakan birokrasinya dibanding masyarakatnya,” kata Nandang, Senin (17/4/2017).
Menurut Nandang, besarnya belanja APBD untuk PNS itu karena Pemkot tidak merujuk pada edaran Menpan sehingga masuk kategori tidak sehat. Yang dampaknya dilarang melakukan rekruitmen PNS baru.
“Kecuali tambal sulam karena beratnya beban keuangan disebabkan pegawai sementara pendapat sedikit,” ujarnya.
Nandang pun mengungkapkan membengkaknya belanja pegawai ini karena bertambahnya OPD sehingga beban pemerintah juga semakin besar.
“Pasti berdampak juga ke pelayanan publik karena Pemkot lebih tergantung pada bantuan pusat dan provinsi bukan pada kinerja kemajuan daerah,” ucapnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Nurul Awalin mengakui besarnya anggaran untuk biaya PNS tersebut. Hal itu dipengaruhi pembentukan OPD baru dan adanya perubahan dari sistem honorer ketunjangan. Dan DPRD sempat mempersoalkan besaran biaya ini ketika pembahasan. Namun karena transisi akibat penambahan dinas baru dan perubahan honor menjadi tunjangan maka beban keuangan membengkak.
“Katanya masa transisi karena penambahan dinas-dinas baru. Tapi sudah komitmen DPRD kalau untuk 2018 dan selanjutnya harus fifty-fifty,” kata Nurul.
Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya, Idi S Hidayat belum mengetahui predikat tersebut dan kalau dianggap besar karena PAD kecil.
“Kalau PAD besar pasti berimbang karena pembayaran gaji bukan dari PAD, serta kenapa persentasenya membesar karena DAK, DAU dan lain-lain belum masuk. Jadi tidak ada pengaruh dari penambahan OPD karena jumlah pegawai tetap sama,” ujarnya.
Idi pun menjelaskan kenapa Kota Tasikmalaya ketiga se-Indonesia karena Dirjen Keuangan melihat secara umum belum melihat persentase ketika DAK, DAU dan lain-lain masuk.
“Guru kan banyak, sementara PAD kecil dan dana belanja pegawai itu untuk gaji serta lainnya,” ucap Idi sambil menjelaskan jumlah PAD Kota Tasikmalaya Rp 246 miliar dengan total APBD Ro 1,6 triliun.
“Kalau bantuan pusat dan provinsi masuk, APBD kita jadi dua triliun lebih,” ujar Idi. (Jani Noor)***