SUMEDANG, (KAPOL).- Aset serta seluruh kegiatan Yayasan Pangeran Sumedang (YPS), Kamis (14/12/2017), diserah terimakan.
Aset diserahkan dari Koendraad Soeriaputra dan Kurnia Prawiradirdja (pengurus lama) kepada Hj. Aisyah Soeriadikoesomah (pengurus baru), sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Bandung, di Museum Prabu Geusan Ulun, Kota Sumedang.
Dalam kesempatan itu, berkas dan dokumen aset YPS, diserahkan dari pengurus lama ke Ketua Pembina YPS, Hj. Aisyah Soeriadikoesomah yang kemudian kembali diserahkan kepada Ketua YPS, Memet Rohimat.
Menanggapi itu, tokoh masyarakat Sumedang, dr. Noerony Hidayat menelaah jika persoalan aset tersebut, sebenarnya tak mesti sampai ke pengadilan.
Ia berharap, penyelesaiannya akan lebih baik melalui cara kekeluargaan.
“Aset tersebut, setahu saya sejak dari dulu dikelola oleh YPS. Ya, sejak 1968 ketika saya menjadi dokter di rumah yatim yang dikelola YPS,” tuturnya, Kamis (14/12/2017).
Aneh juga, kata dia, jika secara tiba-tiba tiba ada yang merasa sebagai ahli waris dan akhirnya membuat ricuh hinga berujung urusan dengan pengadilan.
“Hemat saya, jika amanat wakaf itu tak bisa dipindahkan dan jika itu terjadi, diduga berbau tindakan pidana,” tuturnya.
Ia melihat dari sisi Sumedang-nya, aset Pangeran Aria Soeria Atmadja itu, tetap menjadi ciri khas Sumedang.
Dikatakan, yang jelas dirinya hanya dorongan kekayaan budayanya saja.
Sementara, bicara soal aset disana itu, bukan hanya terkait tanah dan sawah.
Namun, Ia menelisik aset kebudayaannya, seperti museum dan YPS pun memiliki tanggung jawab unyuk memelihara budaya.
“Mudah-mudahan, tak lagi terjadi perselisihan. Ceritanya cukup panjang, disana ada yang memindahkan wakaf, menjadi waris dan biayanya pun dari yayasan,” katanya.
Sekarang, kata dia, disana pun, sudah mendirikan lagi yayasan dan itu pun khawatir akan menjadi tindakan pidana.
Sesudah ini pun, nanti akan ada audit, terkait uangnya kemana, barangnya bagaimana dan siapa nanti yang berhak mengelola YPS?.
“Ini baru episode pertama dan dongengnya pun akan panjang. Nanti, akan dilakukan verifikasi soal aset, apakah ada yang hilang atau tidak?,” ujarnya.
Dikatakan, ini sudah inkrah di Mahkamah Agung (MA), dan tak boleh jika ada yang mendirikan yayasan lagi.
Boleh saja kembali membangun lagi yayasan, kata dia, tapi harus ada berita acara yang diantaranya mempertegas bahwa pengelolaan YPS semisal rusak dan dilimpahkan.
“Ini baru pernyataan saja dan Bupati Eka menganggap mereka itu nadir. Sebaiknya, Pak Eka jangan ikut campur, karena kericuhan memerlukan energi, saya mah pengamat saja,” ujarnya.
Hanya heran saja, kata dia, rumah yatim piatu disana, sekarang menjadi milik perseorangan?.
Sementara itu, Ketua Pembina YPS,Hj. Aisyah Soeriadikoesomah didampingi anggota pengawas YPS, Eko Sutiandi mengatakan, YPS sesuai putusan perkara catatan perdamaian pada tahun 1955, sebagai organ yang mengelola wakaf dan aset lainnya dan syah sampai saat ini.
“Jika ada yang mengklaim, itu tidak syah. Jika kami harus mendaftarkan, itu pun akan kami lakukan. Kami akan menginventarisir aset,” ucapnya.
Pihaknya akan memantau dugaan pemindah tanganan aset itu.
“Kami merasa memiliki legalitas yang syah dan kuat,” ujarnya. (Azis Abdullah)***