Pendiri Kabar Priangan H Atang Ruawita.***
Lahirnya Koran Lokal Pertama di Jawa Barat bahkan Indonesia tak lepas dari buah tangan Atang Ruswita. Beliau sudah menangkap peluang pasar dari kemajuan dunia jurnalistik Indonesia akan kembali kedaerah ketika kran demokrasi dibuka seluas-luasnya sebagai buah Reformasi.
Koran itu bernama Priangan, nama yang disepakati dengan para tokoh Tasikmalaya, Cendikiawan, Ulama, Seniman, Budayan, Akademisi dan para Politisi dalam suatu diskusi di Auditorium Universitas Siliwangi. Priangan diambil agar pembaca dikayakan informasi tentang peristiwa di Tatar Priangan.
Terbitlah koran tersebut pada 15 Mei 1999, yang pertama kali berformat Tabloid dengan jumlah pelanggan mencapai 250 orang. Kemudian bertambah menjadi 1500 sampai sekarang dibatasi dengan 20.000 pelanggan.
Dalam perjalanan pun tabloid yang mulanya sisipan Koran Pikiran Rakyat, menjadi koran mandiri dengan terbit dua kali dalam seminggu, kemudian tiga kali sampai menjadi harian seperti sekarang. Slogan Kritis Tapi Etis pun bertahan sampai 2015 dan nama Priangan menjadi Kabar Priangan dengan slogan terbaik berpengaruh.
Adanya Kabar Priangan memang tak lepas dari cita-cita besar Atang Ruswita. Sebagai Direktur Pikiran Rakyat yang berpikir keras agar Pikiran Rakyat terus bertahan sebagai Koran Utama di Jawa Barat. Atang mengantisipasi derasnya pesaing dengan menggulirkan pola “Pagar Betis” di seluruh zona wilayah Jawa Barat. Seluruh zona harus memiliki koran anak penerbitan Pikiran Rakyat.
Wilayah Bandung Raya lahir Galamadia, Banten dengan Fajar Banten (sekarang Kabar Banten), Cirebon dengan Mitra Dialog (sekarang Kabar Cirebon) dan Priangan dengan Kabar Priangan yang hingga 2017 tetap kokoh berdiri selama 18 tahun.
*Siapa Atang
Atang Ruswita lahir di Bandung pada 26 April 1933. Beliau meninggal dunia di Bandung pada 13 Juni 2003 diusia 70 tahun. Masa hidupnya didedikasikan untuk dunia jurnalistik dan kemanusiaan.
Atang berkarir sebagai wartawan sampai menjadi Pimpinan Redaksi Pikiran Rakyat. Dalam keorganisasi, Atang pernah menjadi Ketua IPPI Cimahi tahun 1950-1952, Ketua PWI Cabang Bandung tahun 1967, Ketua Pelaksana Harian PWI Pusat tahun 1973-1986,K Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat dan Anggota DPR-MPR RI tahun 1978-1982.
Dan buah tangan terbesar beliau dengan lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang merubah Dewan Pers menjadi pelindung karya jurnalistik bukan lagi corong pemerintah.
Di era Presiden Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan sebutan Gus Dur itu, Atang diamanati Presiden sebagai Ketua Badan Pekerja Dewan Pers. Sebuah badan bentukan Dewan Pers sebelum dilakukannya pemilihan anggota.
Badan Pekerja Dewan Pers ini bekerja untuk melakukan pertemuan dengan berbagai macam organisasi pers juga perusahaan media. Sehingga tidak ada lagi wakil Pemerintah dalam Dewan Pers, tidak ada pula campur tangan Pemerintah meskipun keanggotaan dewan pers ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Atang berhasil membawa Dewan Pers dari dulunya sebagai penasehat Pemerintah menjadi pelindung kemerdekaan pers, tidak ada lagi hubungan struktural dengan Pemerintah, serta dihapuskannya Departemen Penerangan bersama Presiden Gus Dur.
Atas jasanya itulah ketika era transisi Orde Baru ke Orde Reformasi pun Atang dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Utama oleh Presiden B.J. Habibie di Istana Negara menjelang peringatan Hari Proklamasi 14 Agustus 1998.
Minat jurnalistik Atang telah muncul sejak SMP. Ketika SMA ia menjadi anggota “Kuntum Mekar” yang terdapat dalam rubrik “Lembaran Minggu” Pikiran Rakyat. Selepas SMA tahun 1954, Atang Ruswita diterima bekerja sebagai korektor di “Pikiran Rakyat” yang waktu itu dipimpin Sakti Alamsyah.
Kemudian, kariernya meningkat seiring dengan tugasnya mengembangkan bakat dan minatnya selaku wartawan di beberapa daerah di Jabar. Selain memimpin “PR” berikut anak penerbitannya, sejumlah organisasi pers dan legislatif, Atang juga memimpin lembaga atau yayasan sosial kemasyarakatan seperti Dompet Sosial Umul Quro.(Jani Noor)***