Bencana Bisa Mengakibatkan Keterpurukan Psikologis

PERISTIWA8 views

​JATINANGOR, (KAPOL).- Psikolog Universitas Padjajaran (Unpad), Sri Rahayu, M.Si mengatakan, korban bencana gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh pada Rabu (7/12) pukul 05.30, harus mendapatkan pendampingan.

Hal itu, upaya menekan keterpurukan psikologis dan agar korban bencana  tak mengalami panik atau stres yang berkepanjangan.

“Semua orang harus memberi dukungan emosional agar para korban tetap semangat dan tak mengalami panik yang tinggi,” katanya kepada Kabar Priangan Online (KAPOL) ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Dikatakan, dukungan semangat itu pun harus sangat kuat mengingat tingkat kepanikan  korban bencana ketika sedang bencana cukup tinggi.

Tentu saja, kata dia, tingkat kepanikannya berbeda dibandingkan keesokan harinya dan kedepannya.

“Penanganan konteks psikologis pun, ikut didukung kebutuhan lainnya seperti obat-obatan, selimut makanan dan sebagainya,” ujar Sri.

Menurutnya, bertepatan dengan bencana, kondisi mental para korban masih panik tinggi akibat mereka masih kelimpungan misalnya mencari sanak saudaranya.

Sehingga, kata dia, disitulah pentingnya pendampingan terhadap korban bencana agar mampu menekan kondisi terpuruk.

“Ketika bencana terjadi, mereka kelimpungan dan bingung berujung panik. Hal itu, dalam benaknya masih bertanya-tanya, bagaimanakah nasib keluarga, teman atau tetangganya?” ujar Sri.

Pendamping korban bencana itu, kata dia, berperan memberikan ketenangan atau tak membuat kisruh kondisi bencana alam.

“Pendamping korban bencana itu, akan memberikan dukungan sosial dan emosional para korban bencana,” ucapnya.

Hal yang juga penting, kata dia, butuh pemahaman agar siapapun tak hanya pendamping, memperhatikan reaksi sosial.

“Bencana, berdampak hadirnya reaksi sosial akibat para korban menghadapi suasana baru. Mereka dipastikan bingung dan panik ada dalam kondisi baru, seperti tempat pengungsian,” tuturnya.

Sehingga, dinamika reaksi sosial pun harus diimbangi dengan bagaimana caranya mereka merasa nyaman kendati ada dalam tempat baru seperti pengungsian itu.

Perlu diingat, kata dia, tingkat stres mereka pun memuncak bukan hanya kelimpungan terkait nasib keluarganya.

“Mereka pun stres,  akibat beberapa faktor diantaranya, kehilangan tempat tinggal, sarana penunjang sekolah dan sebagainya,” tutur Sri.

Tingkatan stres khususnya korban bencana alam, ujar dia menambahkan, ada yang berdampak perubahan sikap dan tingkah laku.

Misalnya, kata dia, anak yang semula tak rewel menjadi rewel dan sebagainya.

“Bencana gempa di Aceh, mungkin ada sebagian yang menganggap kejadian kedua kali. Sehingga, tingkatan panik dan stres pun akan berbeda dengan seseorang yang baru kali pertama mengalami,” ucapnya.

Kapan dan dimana pun terjadi bencana alam, kata dia, harus segera diterjunkan psikolog. 

Bahkan, kata dia, ulama dan Umaro bisa berperan mendampingi korban bencana, agar mereka tak panik. (Azis  Abdullah )