Dorong Batik Lebih Inovatif, Siswa Al Muttaqin Lahirkan Harmonograf

EDUKASI61 views

TASIKMALAYA, (KAPOL).-

Di tangan generasi muda kearifan lokal Indonesia, yakni batik diproyeksikan untuk menggenggam dunia. Asa ini jelas tidaklah muluk, ketiga siswa kelas 12 MIPA SMA Al Muttaqin melahirkan sebuah alat inovasi bernama harmonograf.

Yakni, komponen mekanik yang memanfaatkan pendulum/bandul untuk menciptakan pola batik pada kain. Dengan alat manual tersebut, pengrajin batik juga akan terbantu dalam produksinya karena bisa menghasilkan kuantitas yang lebih besar secara efektif dan efisien.

Fanny Hilyatunnisa menuturkan, alat ini lahir sebagai jawaban atas keprihatinan pihaknya terhadap desain dan motif batik yang kurang berkembang. “Kita ingin bisa menciptakan ragam motif-motif batik yang baru, di luar flora atau fauna seperti yang sudah-sudah,” kata dia di Teknologi Tepat Guna (TTG), Selasa (12/12/2016).

Apalagi, yang ada hari ini dinilai ketiganya cenderung baru menggunakan pola geometris berdasarkan pengulangan saja. “Dengan tiga bandul ini, kita tekankan pada keseimbangan. Antara bagian kanan dan kirinya, antara atas dan bawah. Sehingga lebih berestetika,” tambah Rima Sri Hatami, yang juga bagian dari tim Batik in Harmony tersebut.

Dalam praktiknya, mereka terapkan gerak harmonik dan gerak bantul yang didapat dari pelajaran Fisika. Dimana dengan gerak bolak balik pendulum alias bandul secara konstan, selanjutnya bisa mengontrol pergerakan pena pada permukaan gambar. Hasilnya pun akan menorehkan seperti lengkungan lissajous atau gambar terkait yang lebih kompleks.

“Ini kita arahkan untuk alat bantu membatik. Kalau sekarang kan kita terbatas regenerasi, belum lagi banyak yang ingin membatik tapi belum semua punya keahlian. Kalau dengan ini, semua bisa ya tentu menggerakan,” ujar Shafira Nabila.

Ketiganya berharap, alat sederhana yang dibuat dari paduan kayu, paku, sekrup, kawat, triplek, pendulum kayu, tip blok, dan lem ini bisa menjadi media strategis untuk mengeksplorasi batik.

“Sehingga batik bisa lebih dikenal dunia. Ini juga mudah-mudahan dapat meningkatkan kecintaan untuk melestarikan kearifan lokal, siapa saja hari ini bisa membatik karenanya,” imbuhnya.

Mereka setidaknya membutuhkan tiga hari untuk produksi alat yang hanya menghabiskan 73.000 rupiah tersebut. Dibawah bimbingan Agus Sulistyo, ketiganya masih akan mengembangkan harmonograf. Sesuai rencana, di atasnya yang kini masih menggunakan pulpen pun ke depan akan diganti dengan canting, agar batik bisa langsung diproduksi. (Astri Puspitasari)***