INDIHIANG, (KAPOL).-
DPRD Kota Tasikmalaya sedang was-was karena kabar dari Pemerintah Pusat bahwa Kementerian Dalam Negeri akan mencabut 3.266 peraturan daerah yang dianggap menghambat investasi pembangunan.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan di antara Perda tersebut, ada Perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol sehingga akan berdampak ke Kota Tasikmalaya yang sudah memiliki Perda Miras.
Menurut Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Agus Wahyudin, kabar akan dicabutnya Perda yang salah satunya Perda Miras sudah sampai ke DPRD. Namun belum ada kepastian jelas karena pihak DPRD maupun Pemerintah Kota Tasikmalaya belum menerima surat pencabutan dari Kemendagri.
“Infonya memang begitu. Tapi belum ada kepastian bagaimananya. Yang jelas Wali Kota juga belum mendapat surat apapun dari kemendagri,” kata Agus, Minggu (22/5/2016).
Menurut Agus, Pemerintah Kota dan DPRD sudah beronsultasi dengan pihak provinsi yang isinya memang tidak boleh ada pelarangan dalak Perda. Dan selama ini masih aman karena untuk Kota Tasikmalaya sebatas membatasi perizinan karena menyesuaikan peraturan diatasnya yang tidak melakukan melarangan.
Memang, ujar Agus, soal Miras ini mendapat hambatan dalam penegakan. Pihak Kepolisian, Kejaksaan maupun Kehakiman menganggap Miras kejahatan biasa. Dan Majelis hakim juga menilai tidak sesuai antara pelanggaran dan sanksi yang ditanamkan di perda sehingga perlu ada penyempurnaan.
Maka dari itu, tuturnya, harus ada perubahan rumpun yang diubah semisal rumpun kejahatan dan pelanggaran. Jangan sampai masuknya rumpun pelanggaran tapi sanksinya kejahatan.
Disinggung terkait sikap DPRD kalau Perda Miras dicabut, Agus menyatakan sepanjang perintah Undang-Undang yang artinya karena diperintah peraturan yang lebih tinggi tak masalah. Tapi kalau sebatas surat edaran Mendagri akan kontroversial didaerah.
“Yang penting kalau mau kemendagri langsung membatalkan karena mendagri punya kewenangan membatalkan perda bukan memerintah kepala daerah mencabut sendiri karena kewenangan mencabut adalah mendagri. Soalnya kalau kepala daerah yang mencabut akan menimbulkan kontroversi,” tuturnya. (Jani Noor)