Dugaan Korupsi DPRD, Bupati Minta BPK Periksa Proyek Juksung

GARUT11 views

GARUT, (KAPOL).- Bupati Garut, Rudy Gunawan akhirnya mau buka mulut terkait dugaan kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut.

Ia pun meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak hanya memeriksa proyek pembangunan yang dilakukan memalui sistem lelang tapi juga yang melalui sisten penunjukan langsung (Juksung).

“Selama ini hanya proyek pembangunan dengan sistem lelang yang menjadi bahan pemeriksaan BPK. Saya inginkan BPK juga memeriksa proyek-proyek pembangunan yang dilakukan melalui penunujukan langsung,” ujar Rudy, Selasa (9/7/2019).

Dirinya tutur Rudy, juga meminta BPK melakukan uji petik terhadap hasil pekerjaan proyek pembangunan yang melalui penunjukan langsung.

Karena menurutnya, kesalahan yang paling banyak terjadi justeru terjadi pada sistem penunjukan langsung yang tak menutup kemungkinan juga terjadi penyelewengan.

Menyikapi penanganan kasus dugaan korupsi di lingkup DPRD Garut yang berkaitan dengan dana pokok-pokok pikiran (pokir) yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, diakui Rudy pihaknya sangat menghormati langkah yang dilakukan Kejari.

Apalagi jika nantinya ditemukan bukti adanya kerugian keuangan negara dalam program pokir tersebut.

“Program pokok pikiran ini kan telah diatur pada Undang-undang 23 tahun 2014 dan perumusannya pun dibahas antara DPRD dengan bupati. Namun jika memang pihak Kejari menemukan indikasi terjadinya korupsi, kami sangat menghormati langkah penanganan yang dilakukan,” katanya.

Menurut Rudy, para anggota dewan tentunya punya konstituen. Di sisi lain masyarakat juga mengajukan program yang kemudian diperkuat anggota dewan sehingga dapat dipastikan bukan anggota DPRD yang mengajukan program.

Ia menjelaskan, dalam mekanisme suatu program terdapat pola perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan yang semuanya telah ditempuh sesuai ketentuan.

Namun di sisi lain, terkait pelaksanaannya diakuinya sudah di luar pemerintah.

Rudy mencontohkan, dalam Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan), semua program termasuk yang ada di dalam pokir sudah diajukan.

Umpamanya dewan mengajukan anggaran sebesar Rp 1,2 trilun, yang direalisasi paling hanya 20 persennya karena merekapun sudah punya jatah saat pelaksanakan reses.

“Intinya, kami persilahkan aparat penegak hukum dalam hal ini Kejari untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi pokir. Penyusunan anggarannya pun sepenuhnya menjadi kewenangan dewan,” ucap Rudy.

Lebih jauh diungkapkannya, terkait masalah pembahasan anggaran pokir ini berada di luar kewenangan pemkab.

Mau bagaimanapun bahasan anggarannya, itu merupakan kewenangan dewan dalam hal ini badan anggaran (banggar).

Demikian pula halnya jika ada anggota dewan yang menennetukan atau menitipkan pemborong, itupun di luar kewenangan pemkab.

Rudy menilai, adanya kemungkinan terjadinya perkeliruan dalam pelaksanaan program merupakan hal yang tak mustahil dengan kata lain hal itu bisa saja terjadi.

Apalagi di lapangan yang dinilainya banyak pekerjaan yang malah dikerjakan pihak ketiga di luar pemborong yang mendapatkan proyek.

“Itulah alasannya kenapa saya minta agar BPK juga memeriksa pekerjaan yang melalui penunjukan langsung karena di lapangan banyak terjadi pekerjaan di-sub-kan lagi ke pemborong lain. Ini banyak terjadi karena memang tidak terawasi,” ujar Rudy. (Aep Hendy S)***