TASIKMALAYA, (KAPOL)-.
Sepintas, mungkin menyusui tampak sebuah proses naluriah yang mudah dilakukan oleh setiap Ibu. Sayang, pada kenyataannya tidak demikian. Para ibu harus berjuang ekstra demi bisa memberikan cairan emas selama 2 tahun tersebut. Tidak sedikit dari mereka yang gagal. Alhasil hingga hari ini pun angka menyusui di Indonesia belum bisa menunjukkan hasil yang memuaskan.
Demi meningkatkan kesadaran seluruh pihak terkait pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) pun, dari tahun ke tahunnya di tiap awal bulan Agustus selalu ditandai sebagai Pekan ASI Sedunia alias World Breastfeeding Week. Tak hanya Indonesia, lebih dari 120 negara juga berpartisipasi mengikuti peringatan yang tahun 2016 ini bertajuk “Breastfeeding a Key to Sustainable Development”.
Divisi Komunikasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Jawa Barat, Lintang Dwi Febridiani menuturkan ada berbagai kendala di masyarakat kita, hingga pemenuhan hak bagi ibu dan anak ini, masih terganjal. “ASI merupakan amunisi yang terbaik diberikan kepada bayi, ini umumnya telah terinformasi. Tetapi, susu formula yang memiliki risiko, ini belum sepenuhnya terinformasi. Sehingga, ketika menemui tantangan, misal keluarnya sedikit, lecet, itu semua langsung berpaling ke formula. Sebetulnya, ini yang sangat kami sayangkan,” ujar dia kepada “KP”, Kamis (4/8/2016) sore. Di Jabar sendiri berdasarkan sensus nasional, penyerapan ASI baru mencapai 52 persen.
Wanita berjilbab ini menegaskan, apabila susu formula alias sufor, bukanlah tidak ada manfaatnya. “Tetapi digunakan hanya dengan indikasi yang tepat, misalnya bayi dehidrasi sementara ada indikasi medis ibu gak bisa memberikan ASI. Sekalipun diperbolehkan ya dengan resep, tidak asal beli, takarannya sesukanya. Sehingga, sufor ini jatuhnya seperti obat, ada masa minumnya, dikurangi terus sampai Ibu bisa kembali menyusui full,” papar dia.
Kepala Bidang Pengembangan Medik Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Tasikmalaya, dr. Reti Zia Dewi Kurnia juga menegaskan ASI Eksklusif jauh lebih baik daripada susu formula. “Sayangnya kondisi di kita saat ini, ASI masih kalah pamor dengan susu formula. Makanya, melalui Pekan ASI tentu kita berharap banyak jika promosi ASI ke depan bisa jauh lebih gencar lagi daripada formula,” tegas dia. dr. Reti menambahkan, apabila ASI itu sendiri mulai dihasilkan jauh semenjak bayi masih berada dalam kandungan atau tepatnya ketika usia kehamilan 16 minggu.
Maka itu, rasanya tidak perlu diragukan lagi, jika ASI mengantongi sejuta manfaat yang baik untuk buah hati. Mulai dari makanan terbaik untuk tumbuh kembang bayi, medium imunitasi bayi, paling mudah dicerna dan diserap, tidak kenal basi sehingga bisa menghindarkan dari diare, meningkatkan kecerdasaan mental dan emosional anak.
Apalagi, sebuah kajian dari Lanjet Breastfeeding membuktikan menyusui eksklusif mampu menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak 88 persen. “Betul, menyusui di satu jam pertama banyak studi mengatakan bisa mengurangi kematian bayi yang signifikan, dan dari segi angka lebih tinggi capaiannya ketimbang imunisasi,” tambah Lintang.
Paling penting dari itu semua, ketika Inisiasi Menyusu Dini (IMD) seusai ibu dan bayi sama-sama melewati proses panjang yakni kelahiran. Melalui pemberian ASI, tingkatan stress keduanya pun cenderung turun. “Adanya kontak kulit antara ibu dan bayi ini sangat baik, penurunan stres bisa hingga 50 persen. Akan berbeda, ketika bayi yang baru lahir tidak bertemu dengan Ibu, tidak IMD, kemungkinan kena infeksi, lebih riskan,” ujarnya.
AIMI Jawa Barat pun sejauh ini terus berjuang mendorong wanita khususnya para ibu dan calon ibu, untuk terus memberdayakan dirinya agar mau belajar dan menambah pengetahuan tentang ASI. Baik mengikuti kelas edukasi, sekadar baca artikel, hingga konseling khusus.
“Kalau seorang Ibu sudah teredukasi ASI, setidaknya mereka telah ada gambaran, asupan apa yang harus dimakan, apa yang harus dilakukan. Misal, ASI yang sedikit di awal menyusui itu ternyata bukan gak keluar. Tetapi itu kolestrum yang memang sedikit tapi itu cairan emas karena mengandung jutaan sel darah putih ini dibutuhkan bayi yang lambungnya pun masih kecil, hal-hal seperti ini yang didapatkan ketika ibu mau memberdayakan diri,” papar Lintang.
Pihaknya berharap dimulainya tahun ini kampanye menyusui sebagai kunci pembangunan yang berkelanjutan ke depan, awareness seluruh pihak dari ibu, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan instansi pun bisa semakin tinggi. “Menyusui bukan urusan ibu saja, ini kerja besar semua. Negara juga. Bahkan dunia pun telah memandang menyusui ini kunci mengatasi berbagai masalah yang ada, harapannya sesuai target 2030 nanti bisa tercapai goal ini,” ujar Lintang. AIMI Jabar yang memiliki setidaknya lima cabang di lima kota besar, yakni Bandung, Bekasi, Bogor, Depok, dan Cirebon ini pun selain menggelar edukasi dan konseling gratis juga, secara serentak menggandeng posyandu dan puskesmas untuk menyuntikan semangat para Ibu untuk memberikan ASI kepada anak-anaknya. Dia juga mengapresiasi telah terbitnya peraturan khusus terkait aturan menyusui baik di ruang kerja, fasilitasi publik. “Kami pelan-pelan ingin upayakan dorong Perda ASI, agar lebih tepat sasaran di daerah masing-masing,” tambahnya. (Astri Puspitasari)***