IBU Euis (58 tahun), dikenal dengan Euis Kuman. Dia seorang ahli pengobatan alternatif. Memulai praktek sejak taun 1972 dan mengalami masa jayanya pada tahun 80-90an.
Namun sampai sekarang pun, dia masih menerima pasien yang datang ke rumahnya di Kp. Ranjeng, Pasirangin Kec.Bungursari.
“Mak beberapa kali digosipkan meninggal, padahal mah masih segar bugar, tapi masih banyak yang datang berobat ke rumah,” ujarnya ketika ditemui Kapol beberapa waktu lalu.
Beberapa jenis penyakit yang pernah diobatinya ialah penyakit seperti jerawat, eksim, sakit gigi, kista, kanker, bisul, sakit mata, dll.
Pasiennya dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari Arab Saudi pernah ada yang sengaja berobat ke rumahnya.
“Dari Bandung, Aceh, Padang, Jawa Tengah, Indramayu, Sulawesi.. Pasien Mak mah dari mana-mana, dari pejabat, hingga orang biasa, Alhamdulillah.”
Metode pengobatan yang dilakukan Mak Euis juga tergolong unik, dia hanya mengusap-usap daerah yang sakit, kemudian dia akan “nindes” kuman seperti “menindes” kutu. Untuk penyakit yang tergolong berat bisa datang 3-5 kali, tapi yang ringan cukup sekali datang juga langsung sembuh.
Mula-mula terjun dalam pengobatan alternatif, bisa dibilang tidak sengaja. Euis muda, pernah sakit eksim di wajahnya, bahkan selama 5 tahun eksimnya tak kunjung embuh, sampai akhirnya menjalar ke seluruh tubuh. Dia pun berinisiatif untuk berpuasa sampai delapan bulan lamanya. Pada suatu malam, di bulan k- 8, Mak Euis tiba-tiba pingsan. Dalam dunia alam bawah sadar Mak Euis merasa dibawa ke Mekkah oleh seseorang, dan dinasehati kalau nanti eksimnya sembuh harus mau mengobati orang lain.
Setelah siuman, Mak Euis merasakan tubuhnya gatal-gatal. Dia tidak berani menggaruk dan hanya mengusap-ngusap eksim yang ada di seluruh tubuhya. Sambil mengusap, secara naluriah dia seperti mencomot “kuman” yang ada pada eksimnya dan menindesnya, dan anehnya ketika ditindes berbunyi “cetrek” seperti bunyi pas nindes kutu rambut.
Eksim Mak Euis pun tidak lama kemudian sembuh total. Teringat akan amanah seseorang dalam “mimpinya” itu, Mak Euis pun mulai menolong orang yang sakit.
Akhirnya, keahlian Mak Euis pun menyebar dari mulut ke mulut. Tahun 1972 Mak Euis membuat surat “pakem” semacam surat izin dari Kejaksaan untuk melakukan praktik pengobatan alternatif.
Dan dari taun itulah beliau terus mengabdikan hidupnya untuk menolong sesama. (Adith)