SUMEDANG, (KAPOL).- Forum Ormas Peduli Sumedang yang didalamnya 64 ormas/OKP, menolak LGBT di Sumedang.
Bahkan, mengajak masyarakat Sumedang untuk menyelamatkan generasi muda dan menyadarkan para pelaku LGBT.
Sehingga, forum menuntut kepada DPRD Kab. Sumedang dan pihak Pemerintah Kab. Sumedang, untuk segera membentukan forum penanggulangan LGBT.
Forum tersebut melibatkan pihak-pihak terkait seperti ormas maupun Pemda.
Hal itu, disampaikan D. Hoerul Falah, SE dari Garda Emha kepada KAPOL (Grup Pikiran Rakyat).
“Bahkan, harus segera dibentik panti rehabilitasi LGBT, pemanfaatan Teknologi Informasi (IT) sebagai suplemen untuk menekan pertumbuhan LGBT. Juga, ada perlindungan terhadap rmas-ormas yang terlibat aktif dalam penanggulangan LGBT serta ada payung hukum larangan LGBT,” ujarnya.
Forum ormas, ujar dia menambahkan, sepakat bahwa perkembangan LGBT di Sumedang sudah termasuk kategori “kegentingan yang memaksa”.
“Forum ormas mengimbau kepada semua pemangku kepentingan, untuk bersinergi dan bekerja sama dalam menangani LGBT di Sumedang,” tuturnya.
Forum telah melakukan audiensi ke DPRD Sumedang, kata dia, sebagai tindak lanjut dari hasil audensi forum ormas dengan Bupati Sumedang, H. Eka Setiawan pada 25 September 2017.
Meskipun pada audiensi peserta berharap diterima oleh semua anggota dewan khususnya dari Komisi C, ternyata hanya dihadiri beberapa orang saja.
“Akibat viralnya kasus LGBT ini, kami jadi mengetahui bahwa dalam RKHUP ini tidak ada satu pasal pun yang melarang biseksual dan transgender,” ucapnya.
Ironis, negara seolah memberi ruang untuk perubahan jenis kelamin sebagaimana termaktub dalam UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 2006 pasal 56 ayat .
Tentang, pencatatan peristiwa penting yang dalam penjelasannya adalah tentang perubahan jenis kelamin.
Hal itu bertentangan dengan kodrat manusia, Q.S An Nisa ayat 19 dan fatwa MUI dalam Munas ll tahun 1980 yang dengan tegas menyatakan haram merubah jenis kelamin.
Dalam draf RKUHP pasal 492 ternyata hanya membuat sebuah batasan umur saja dari kalimat “orang yang belum dewasa” yang terdapat pada pasal 292 KUHP menjadi kalimat “setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sesama jenis kelaminnya yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun, dipidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.”
Sedangkan kedua pasal ini jelas bertentangan dengan Q.S al-a’rof ayat 60 s/d 84 dan beberapa hadits Nabi.
“Meskipun keinginan kami umat Islam yang ingin memperluas draft RKUHP, makna ketentuan pasal 284 (perzinaan), Pasal 285 (pemerkosaan), dan Pasal 292 (pencabulan), dan ternyata MK menolaknya dengan amar putusan No 46/PUU-XIV/2016, diharapkan dewan yang terhormat dapat mengakomodir aspirasi umat Islam yang notabenenya adalah pemilih terbesar bapak/Ibu dewan yang terhormat,” ucapnya.
Peserta audiensi yang hadir, kata dia, akan menjadi acuan mana saja partai yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan partai mana partai yang menjauhkan umat islam dari norma Al Quran, hadits, Ijma dan Qiyas para ulama,” ujarnya. (Azis Abdullah)***