Genjot Minat Literasi, Perpustakaan Sekolah Harus Ideal 

EDUKASI23 views

TASIKMALAYA, (KAPOL).- Untuk meningkatkan minat literasi, maka perpustakaan di sekolah harus dibuat ideal dengan jumlah buku yang memadai. Sehingga para siswa akan merasa betah dan tertarik beraktivitas di perpustakaan.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Tasikmalaya, Oslan Khaerul Falah mengatakan perpustakaan di lingkungan sekolah harus dibuat secara ideal, agar siswa merasa betah dan tertarik beraktivitas literasi.

“Idealnya memang, perpustakaan sekolah itu memiliki fasilitas yang nyaman, seperti tidak berlokasi di
pojok. Lokasinya jadi harus strategis. Dan paling penting, buku-bukunya ini harus sesuai dengan yang
dibutuhkan siswa,” ungkap dia, dijumpai dalam kegiatan literasi yang digelar di Balaikota, Senin
(10/4/2017).

Jangan sampai kata dia, buku yang tersedia tidak relevan dengan minat siswa. Dia menyambut baik
gagasan membaca buku non mata pelajaran, sebelum mulai kegiatan belajar mengajar. Pasalnya
pihaknya pun tak memungkiri jika selama ini perpustakaan sekolah masih belum terlalu maksimal.

“Tetapi sejak dicanangan kegiatan literasi oleh pusat, memang sudah jauh perubahannya. Ini yang terus
kita dorong sekarang agar perpustakaan sekolah bisa lebih hidup,” tambahnya.

Yang pasti, dia menegaskan dalam rangka menggairahkan spirit literasi di masyarakat dan di peserta
didik memang perlu kepedulian semua pihak untuk bergerak bersama.

“Dari pemerintah sudah ada
Perda khusus, jadi memang semua sekolah harus punya perpus,” kata dia.

Pihaknya mengajak agar perpustakaan sekolah bisa lebih representatig sehingga bisa ramai dikunjungi siswa.

“Apalagi di era teknologi seperti sekarang, tantangan lain untuk meningkatkan minat baca buku.
Padahal literatur buku tetap tidak bisa tergantikan sebagai bahan referensi pengetahuan,” tambahnya.

Sementara berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam situs resminya,
persentase sekolah di Indonesia yang memiliki perpustakaan paling tinggi di jenjang SMA, yakni tujuh
puluh persen. Untuk tingkat SMP setidaknya enam puluh sembilan persen. Tingkat SD baru mencapai
lima puluh lima persen, dan SMK lima puluh empat persen.

Pendidikan Luar Biasa menduduki
persentase paling rendah, dengan angka empat puluh lima persen. (Astri Puspitasari)***