Gugatan Tim Dede-Asep ke MK Terancam Kandas

POLITIKA23 views

CIHIDEUNG, (KAPOL).- Akademisi hukum Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya, Dr. Imam Santoso Dastir, SH, MH menganalisa gugatan yang dilayangkan Dede-Asep ke Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi kandas di mata MK.
“Majelis Hakim wajib taat terhadap Undang-Undang yang dalam hal sengketa hasil Pilkada merunut pada berlakunya Pasal 158 Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Undang-Undang Pilkada) yang mengatur selisih suara dari 0,5 persen hingga 2 persen selisih suara. Kalau selisih 2,6 persen, saya kira akan ditolak,” kata Imam, Kamis (2/3/2017).

Menurut Imam, ketentuan selisih untuk Pilkada Kota Tasikmalaya adalah satu persen. Dan ketentuan ini diatur Undang-Undang sehingga MK pun akan merunut Undang-Undang.

“Kalau dulu sebelum Undang-Undang No 8 Tahun 2015 ada, memang tak diatur soal selisih suara. Tapi sekarang dibatasi. Maka kalau melihat pembatasan tadi, kemungkinan besar gugatan tersebut dinyatakan tidak terpenuhi unsur materilnya,” ujarnya.

Soal gugatan Pilkada, ucap Imam, terkait hasil suara Pilkada bukan pada pelanggaran Pilkada. Jika selisihnya tak memenuhi ketentuan, dipastikan ditolak karena inti dari pembatasan selisih suara agar penggugat membuktikan berapa suara yang dianggap hilang dan di mana saja hilangnya.

“Misal selisih 2,6 persen. Terus yang bisa dibuktikan cuma satu persen. Jadi tetap kan 1,6 persen tak bisa dibuktikan. Maka kenapa dibatasi karena gugatan terkait suara,” tuturnya.

Untuk itu Imam bisa memastikan Budi-Yusuf tetap memenangi Pilkada Kota Tasikmalaya 2017 ini karena syarat materil gugatan dari Dede-Asep tidak terpenuhi.

“Kecuali ada hal prinsip menyangkut tindak pidana Pilkada. Itupun dibuktikan di Pengadilan Negeri bukan di Mahkamah Konstitusi,” kata Imam.

Memang setiap gugatan selalu berdalih karena adanya pelanggaran Pilkada bersifat terstruktur sistematis dan massif. Namun syarat formil utama tetap di selisih suara yang diatur Undang-Undang.

“Maka jika ketentuannya satu persen, sementara selisih suara melebihi satu persen, hakim pasti menolak gugatan tersebut ketika sidang pertama nanti,” ujarnya.

Imam pun mengutip ucapan Ketua MK, Prof Dr Arief Hidayat dalam jumpa pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (27/2/2017) yang dilansir dari detik.com.

MK, katanya, hanya akan menangani sengketa hasil perhitungan suara pilkada serentak 2017. Adapun sengketa lain meski masih terkait pilkada, diminta diselesaikan oleh lembaga lain. Termasuk dengan penegasan tidak sembarang selisih hasil suara bisa digugat ke MK. Ada syarat lain yaitu selisih tidak boleh lebih dari 2 persen.

“Ada syarat signifikan mulai dari presentase setengah persen sampai dua persen. Kalau tidak memenuhi syarat ini percuma kalau mau adukan ke MK. Kalau mau sengketa di sini tolong pelajari putusan kita waktu menangani Pilkada tahun 2015,” tuturnya.

Meski demikian, pihak penggugat yakni Dede-Asep disampaikan dr. Asep Hidayat bahwa syarat materil selisih suara memang dibatasi dalam mengajukan sengketa Pilkada. Akan tetapi, mengutip pernyataan Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun bahwa persoalannya apakah MK akan kembali pada cara berpikir generasi hakim MK sebelumnya (era kepemimpinan Mahfud MD) yang berpegang pada prinsip “keadilan substantif”. Dalam artian MK tidak terpaku pada soal hitung-hitungan angka, tetapi juga menilai seluruh proses pilkada apakah bertentangan dengan UUD 1945.

Maka, kata Asep, hakikat penyelenggaraan Pilkada harus dilakukan secara demokratis. Kalau perbedaan lebih dari 2 persen, tetapi dengan kecurangan begitu terstruktur sistematis dan masif sangat aneh kalau ditolak.(Jani Noor)***