Kalam-Kalam Langit: Kritik kepada Kaum Oportunis Ajang MTQ

BUDAYA16 views

image
Jafar diperankah Dimaz Seto berhasil mengikuti MTQ tingkat Nasional setelah melewati berbagai cobaan mulai dari liciknya panitia, suap sampai masalah cinta saat proses seleksi | JANI NOOR/"KAPOL"

TASIKMALAYA, (KAPOL).-
Menjelang dimulainya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Provinsi Jabar ke-34 di Kota Tasikmalaya, Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU menyuguhkan sebuah film yang menggambarkan luka-liku seorang santri dalam perjuangannya menjadi kafilah MTQ. Film tersebut sedang diputar diseluruh Bioskop di Indonesia, termasuk di Kota Tasikmalaya.

Film yang mengambil lokasi di Lombok NTB berdurasi 1,5 jam ini layak ditonton siapapun, terutama kalangan Pemerintah sebagai penyelenggara MTQ, Kiai Pesantren dengan Santri Qori dan Qoriahnya.

Banyak pesan dari film yang dibintangi Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj ini bahwa mengikuti lomba tilawah bukan demi prestasi semata. Namun menjaga kemurnian Alqur’an dari rongrongan ancaman perubahan jaman.

“Bacalah Atas Nama Tuhan mu. Jadilah Penjaga Alquran”. Demikian pesan utama film tersebut bahwa niat menjadi kafilah MTQ harus semata demi Allah SWT, bukan gengsi prestasi.

Dikisahkan, seorang santri bernama Jafar memiliki potensi luar biasa dalam melantunkan ayat suci Alquran. Ia harus berjibaku dengan tekanan keluarga, persaingan cinta sampai persaingan antar peserta.

Godaan uang, cobaan keluarga dan perempuan tak membuat goyah. Yang akhirnya Jafar berhasil menjadi peserta meski di final harus mengalah demi cinta pada Azizah yang dinikahi pesaing sekaligus senior Jafar di pesantren.

Tampilnya Jafar yang diperankan artis nasional, Dimas Seto ini bukan perkara mudah. Ia harus keluar dari siasat licik seniornya Ustad Syatori dan Dewan Hakim Pesantren agar yang mewakili Pesantren bukan Jafar tapi Ustad Syatori.

Berbagai upaya dilakukan, yang salah satunya melakukan provokasi pada Kiai sepuh pesantren bahwa Jafar malas, jarang latihan dan tidak ikut seleksi awal.

Padahal Jafar pulang ke kampung halamannya karena ayah Jafar sakit keras sehingga memerlukan biaya operasi cukup besar di Rumah Sakit.

Kesulitan keuangan itulah dimanfaatkan Ustad Syatori dengan dalih memberi pinjaman. Tapi dengan syarat, Jafar tidak ikut seleksi.

Jafar pun menerima demi Ayahnya yang harus dibawa ke Rumah Sakit. Namun sang ayah yang diperankan Mathias Muchus marah bahwa kematian ditentukan Allah Swt.

“Sejak kapan kamu bisa dibeli. Pergilah, ikut MTQ,” kata Ayah Jafar.

Tekad Jafar mengikuti seleksi kembali hadir, terlebih karena nasehat Ayahnya dan Lembaga Qiroat setempat yang diperankan KH Said Aqil meminta Jafar tampil. KH Said mengetahui kemerduan suara Jafar tanpa diketahui Jafar.

“Membaca Alquran dengan suara enak dan merdu bagian dakwah. Menyampaikan kalam ilahi pada orang banyak. Dan tujuan MTQ itu menjaga agar kalam ilahi tidak ada perubahan. Sehingga ikut MTQ bagian dari tabligh menyampaikan kalam-kalam langit,” kata Kiai Said.

Meski demikian, nurani Jafar ikut MTQ tak mengijinkan karena banyak permainan. Akan tetapi Kiai Said tetap menyuruh karena permainan itu hanya oknum panitia.

“Betul ada saja oknum yang memanfaatkan kalam-kalam ilahi. Tapi tidak semua. Kita niatkan membaca demi Tuhan mu, demi ibu mu, bukan demi siapa-siapa,” ujarnya.

Akhirnya Jafar lolos dan maju mewakili NTB bersama Ustad Syatori di MTQ tingkat Nasional. Setelah sebelumnya Jafar harus meninggalkan pesantren memilih mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. (Jani Noor)