TARKI, (KAPOL).-Perseteruan antara pihak tergugat dan penggugat dalam kasus utang piutang Rp 1,8 miliar antara ibu dan anak kian meruncing.
Meski dalam setiap persidangan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut terus menyarankan agar kedunya berdamai, akan tetapi pihak penggugat terus bersikukuh menyelesaikan kasus tersebut melalui pengadilan.
Bahkan kini, kasus tersebut kian rumit dengan dilaporkannya pihak penggugat yaitu Yani Suryani dan suaminya Handoyo Adianto oleh pihak keluarga tergugat, Siti Rokayah alias Amih (83).
Tak tanggung-tanggung, keluarga Amih melaporkan Yani dan Handoyo ke pihak Kepolisian karena dianggap telah melakukan perbuatan pidana dengan merekayasa keterangan dari bakal saksi ahli yang akan dihadirkan di pengadilan.
Salah seorang anak Amih yang juga tergugat dua dalam kasus utang piutang Rp 1,8 miliar, Asep Ruhendi, menyebutkan pihaknya langsung mendatangi Mapolres Garut pada Rabu (26/4/2017) sekitar pukul 13.00 WIB atau setelah usai persidangan.
Tujuan kedatangan mereka ke Mapolres Garut tak lain untuk melaporkan Handoyo dengan tuduhan telah melakukan rekayasa keterangan dari bakal saksi ahli yang akan dihadirkan di pengadilan.
“Laporan yang kami lakukan hanya sebagai upaya untuk mengungkap rencana rekayasa yang kini tengah mendera Amih selaku ibu kandung kami. Awalnya kan ditemukan bukti tanda tangan palsu, kini pun sudah kami temukan dugaan keterangan palsu dari saksi ahli yang akan dihadirkan pihak penggugat dalam hal ini Handoyo,” ujar Asep, Rabu (26/4/2017).
Anak Amih yang lainnya yang juga ditunjuk sebagai juru bicara, Eep Rusdiana, menambahkan laporan kali ini sebagai reaksi dari rencana pengajuan alat bukti baru yang diberikan penggugat. Dalam buktinya, ditemukan jika saksi ahli yang akan dihadirkan penggugat merupakan pegawainya sendiri, bukan pelaku bisnis sebagaimana yang akan disampaikan.
“Orang yang oleh penggugat dikatakan sebagai saksi ahli itu ternyata Apipudin yang mengaku sebagai pelaku bisnis pertanian. Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil penelusuran kami, dia itu hanya lulusan SD dan merupakan pekerja di kantornya Handoyo di Jakarta,” kata Eep.
Disebutkan Eep, dalam keterangannya di persidangan beberapa waktu lalu, Apipudin mengaku sebagai pelaku bisnis pertanian. Diapun menjelaskan perputaran uang pinjaman Rp 41,3 juta yang diberikan penggugat terhadap tergugat. Menurutnya, jika uang tersebut digunakan dalam usaha pertanian, maka hasilnya akan mencapai angka Rp 1,8 miliar selama waktu 16 tahun.
Namun ternyata Apipudin bukan ahli bisnis dalam pertanian akan tetapi pekerja Handoyo. Diapun mengaku sebagai ahli pertanian dan memberikan penjelasan atas permintaan Handoyo.
Hal ini telah membuat pihak tergugat punya anggapan kalau penggugat sengaja ingin memperpanjang masalah serta memberatkan pihak Amih sebagai tergugat pertama.
Dengan alasan itulah pihak tergugat akhirnya memutuskan untuk melaporkan Handoyo ke polisi.
Masih menurut Eep, sebelumnya pada Selasa (25/4/2017), pihaknya juga telah melaporkan Handoyo ke Polres Garut. Laporan dilakukan atas dugaan pemalsuan tanda tangan yang diberikan oleh saksi ahli Winarko.
Kuasa hukum penggugat, Jopie Gilalo membantah jika tanda tangan yang diberikan saksi ahli Winarko pada persidangan sebelumnya palsu. Menurutnya, tanda tangan itu beda karena sudah tertutup materai dan sudah ada keterangan dari yang bersangkutan mengenai keaslian tanda tangannya.
Sedangkan terkait laporan kedua yang dilayangkan keluarga Amih ke Polres Garut, tandasnya, hal itu semakin menunjukan tidak adanya itikad baik apalagi islah yang dilakukan keluarga tergugat.
“Kan bisa dilihat kalau lapor polisi berarti bukan perkara mendamaikan tapi malah justru akan memperpanjang masalah,” ucapnya.
Jopie pun mengaku pesimis tawaran islah yang akan difasilitasi pihak PN Garut dalam kasus utang piutang ini bisa terwujud dengan adanya laporan yang dilakukan pihak tergugat ke polisi.(Aep Hendy)***