TASIKMALAYA, (KAPOL).- Selalu ada inovasi dalam perhelatan Tasikmalaya Oktober Festival (TOF). Meski baru digelar untuk kedua kalinya tahun ini, kesenian dalam ukuran raksasa kembali muncul. Setelah di tahun pertama menampilkan kain taplak bordir raksasa, kini giliran kebaya bordir raksasa.
Ialah Tono Haryono selaku owner Bedahart yang menjadi konseptor sekaligus pembuat kebaya bordir raksasa tersebut. Pria yang mengeyam pelatihan di bidang seni rupa itu mengungkapkan rencana pembuatan muncul setelah menyaksikan taplak bordir raksasa tahun lalu. Ketika itu, ia terinspirasi membuat kebaya bordir juga dalam ukuran tak biasa.
Proses perancangan desain pun dimulai oleh Tono. Selanjutnya, ia berusaha mencari pihak donor yang bersedia mendanai. Ia menghampiri dan berdiskusi dengan pihak Pemkot Tasik untuk merealisasikan rencananya. Bukannya direspon positif, ia merasa dihiraukan. Menolak pasrah dengan keadaan, ia akhirnya menggunakan uang dari kantong pribadinya.
“Tidak ada dukungan Pemkot, semuanya desain sendiri. Saya sudah ngomong dari dulu ke orang Pemkot tapi tidak ada respon soal pembuatan kebaya bordir raksasa, karena respon kurang ya saya kalau sudah itikad mau bikin ya dibikin deh dengan dana sendiir,” katanya Minggu (15/10/2017).
Tono menghabiskan sekitar delapan juta rupiah guna mewujudkan ambisi kebaya bordir raksasa berwarna toska itu. Motif gabungan tanjung dipilih olehnya supaya kebaya makin cantik dipandang mata. Proses pengerjaan memakan waktu sepekan saja dengan bantuan tiga orang lainnya.
Dalam pembuatannya, kendala dirasakan Tono untuk menyesesuaikan desain dengan kebaya sesungguhnya lantaran ukuran amat besar. Menurutnya, dibutuhkan presisi antara desain dengan hasil kebaya. Total berat kebaya diperkirakan mencapai 50 kilogram. Berat ini, kata dia cukup menyulitkan saat hendak dipamerkan.
“Kesulitan membuatnya karena ukuran besar jadi pengerjaan mesti disambung-sambung. Terus di bagian pola mesti proporsional sama ukuran normal (kebaya bordir raksasa),” ujarnya.
Upaya Tono atas usaha membuat kebaya raksasa yang memang rampung tahun ini pun berbuah manis. Walau belum direspon Pemkotnya sendiri, Tono mendapat apresiasi positif dari panitia Original Rekor Indonesia (ORI). Diketahui Yayasan ORI bertujuan membuat masyarakat lebih menghargai prestasi dan karya anak bangsa. Bahkan sebenarnya kebaya buatannya direncanakan mampu mendapat penghargaan tingkat dunia. Hanya saja, tidak adanya sponsor menjadi hambatan tersendiri buat Tono.
“Karya ada yang respon dari purwakarta ORI dan ada yang nawarin telepon dari rekor dunia karena belum ada rekor dunia soal ini, tapi mesti cari sponsor. Kan ada biaya buat pemecahan rekor. Bingung cari sponsor dimana,” ucapnya.
Sementara itu, adik Tono sekaligus salah satu pembuat kebaya tersebut, Dedi punya menyampaikan kisah unik saat kebaya tersebut dibuat. Ia menceritakan bahan kebaya mesti dibentangkan di lapangan luas oleh beberapa orang agar sesuai desain yang diinginkan. Tapi ia merasa bangga karena ikut andil dalam pembuatan kebaya yang sudah mendulang prestasi itu.
“Proses yang membuat repot menggerai bahannya di lapangan, cuma diukur di lapangan lalu panggil tukang jahit yang ahli. Ukuran 4,5 meter tinggi dan lebar 2,8 meter,” sebutnya.
Penampilan pertama kebaya raksasa ternyata menuai respon positif pengunjung TOF. Tak sedikit warga yang berusaha berfoto atau berswafoto di dekat kebaya itu. Bahkan kadang warga harus berebutan agar mendapat titik berfoto paling bagus. Akibatnya, Dedi mengatakan ada saja bagian kebaya mengalami kerusakan. Beruntung kerusakan, kata dia, hanya bersifat minor.
“Kalau respon masyarakat bagus sampai ada bagian bawah yang rusak sedikit,” ujarnya. (Imam Mudofar)***