Kemarau, Pemdes Margasari Optimalkan Embungeun Air

KOTA TASIK64 views

CIAWI, (KAPOL).-Musim kemarau dimanfaatkan Pemerintah Desa Margasari, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, untuk memperbaiki embung air atau bak penampungan air, Jumat (10/8/2018).

Seperti biasa, dan sudah menjadi tradisi disaat kemarau Kepala Desa Margasari bersama masyarakat berinisiatif mengoptimalkan pemanfaatan embung atau kolam penyimpanan air. Hal tersebut seiring dengan rendahnya curah hujan yang menyebabkan debit air berkurang.

Embung tersebut selain digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, juga berfungsi mengairi ratusan hektar area pertanian sawah dan kolam ikan. Bukan hanya yang berada di Desa Margasari, namun lahan-lahan pertanian di sejumlah desa yang ada di Kecamatan Ciawi. Bahkan, lahan pertanian yang berada di luar Kecamatan Ciawi, khususnya yang kekurangan air.

Kepala Desa Margasari, H. Encu Syamsudin mengatakan jika dioptimalkan fungsinya, embung air Cipondok dapat menyelamatkan lahan pertanian sawah dan perikanan di musim kemarau. Hasilnya, selama musim kemarau tidak ada lahan pertanian yang kekeringan akibat kekurangan air terlebih setelah embung dikeruk.

“Embung Cipondok ini berdaya tampung ribuan meter kubik, mampu melayani kebutuhan air ratusan hektar area pertanian sawah dan ribuan jiwa,” ucapnya.

Dikatakan dia, saat ini dibersihkan dan diperbaiki karena sudah dangkal, akibat banyak lumpur dan menyebabkan dangkal. Kini lumpurnya dikeruk dan pingir-pinggirnya ditembok sehingga tidak ada kebocoran.

Ini karena Embung Cipondok menjadi tumpuan pertanian tidak hanya untuk di Desa Margasari, namun beberapa desa di Kecamatan Ciawi, bahkan desa di luar kecamatan. Air tersebut berasal dari sumber mata air dan tertampung dalam satu kolam dan dialirkan ke saluran irigasi. Manfaatnya sangat terasa jika musim kemarau tiba. Dimana sawah-sawah masih bisa dialiri air dari embung tersebut.

Melihat begitu manfaatnya embung, maka perlu dilakukan pemeliharaan dengan melakukan pembersihan. Bahkan, sebelum dilakukan pembersihan selalu dilakukan doa bersama, serta merawat pohon-pohon yang ada di sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan sejak tahun 1970 hingga sekarang.

“Hingga kini, bersih-bersih embung tersebut dilakukan dan berkembang menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat,” ucapnya.

Dikatakan dia, tradisi membersihkan embung dilakukan pada musim kemarau, disaat debit air berkurang. Masyarakat diajak untuk membersihkan dan menata embung, baik dari sampah dan juga berbagai jenis ganggang yang tumbuh selama musim hujan. Sehingga embung akan kondisi baik, mampu menampung air cukup banyak.

Selama pembersihan dipandu oleh juru air, mulai dari doa bersama dan makan bersama, tentunya sebagai wujud bentuk syukur dan segala nikmat serta anugerah yang telah diperoleh selama setahun dan berharap tahun berikutnya semakin bertambah.

“Tradisi ini dengan memberikan pesan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan,” ungkapnya. (Ema Rohima)***