Kematian Media Cetak Bukan karena Media Daring

SURABAYA, KAPOL –
Maraknya kehadiran media massa daring bahkan juga media sosial bukan penyebab kematian industri media cetak di Tanah Air. Pudar dan potensi punahnya pers cetak lebih diakibatkan harga kertas yang kian mencekik tanpa ada proteksi berarti bagi industri yang sejatinya juga ikut mencerdaskan masyarakat ini.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat 2015-2019 Dahlan Iskan saat membuka Kongres SPS XXV di Gedung Siola Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu 6 Februari 2019. Kongres untuk memilih pengurus SPS periode 2019-2023 tersebut dihadiri Ketua Dewan Pers Josep Adi Prasetyo serta banyak pimpinan media antara lain Alwi Hamu, Bambang Halintar, Ahmad Djauhar, Budhiana Kartawidjaja, Rikad Bagun, Toriq Hadad, serta para pengurus SPS cabang seluruh Indonesia.

Menurut Dahlan Iskan zaman sudah semakin berubah. Surat kabar semakin sulit menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada.

“Namun, belakangan ini situasi semakin memburuk. Terjadi percepatan kemunduran eksistensi industri pers cetak. Percepatannya di luar dugaan, kok sangat cepat yah, ” ungkap Dahlan.

Sampai ditemukan bahan lain secara fisik yang dapat menggantikan kertas, maka pers cetak akan terus mengalam kemunduran dan bahkam bisa berujung kematian.

Ia menegaskan saat ini pelaku industri pers cetak berada pada dua pilihan yang sama-sama sulit dan masih prediktif. Pertama melawan dengan segenap alternatif solusi atau jalan keluar macam-macam.

“Kedua, diam saja sampai semua berada pada kondisi ‘tipping point’ yakni situasi semua sudah hancur-hancuran atau di titik nol. Solusi akan muncul tiba-tiba ketika kondisi makin buruk dan tidak karuan. Maka nanti akan muncul terobosan ketika ada keterpaksaan,” ujarnya.

Hanya saja, Dahlan Iskan mengatakan dalam teori “tipping point” pelaku perubahan atai revolusi atas sebuah kondisi tidak muncul dari pelaku industri bersangkutan.

“Revolusi mobil listrik tidak dilakukan oleh perusahaan produksi kendaraan bermotor. Tiga industri terkemuka yang merevolusi mobil listrik saat ini berasal dari luar bidang otomotif, salah satunya adalah Tesla. “Hal serupa bisa terjadi pada industri koran atau pers cetak kita.
“Clearing house”

Sementara itu, Josep Adi Prasetyo atau akrab dipanggil Stanley menegaskan justru di tengah ingar-bingar dunia digital dan kehadiran industri 4.0, peran perusahaan pers (mainstream) justru sangat ditunggu dan harus semakin diperkuat.

“Kasus hoaks yang merajalela membutuhkan peran pers sebagai ‘clearing house’ ini yang harus diperkuat. Medianya harus diverifikasi demikian juga wartawannya semakin profesional dengan rangkaian uji kompetensi,” kata Stanley.

Oleh karena itulah, pada momen peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2019 ini Dewan Pers akan meminta pemerintah menghapus atau setidaknya mengurangi pajak pembelian dan penjualan koran.

Sebagai informasi, sejak lebih 10 tahun lalu, SPS telah memperjuangkan pembebasan pajak bagi pembelian kertas koran. Bahkan juga untuk pajak penjualan suratkabar. Hal yang sama sudah dinikmati para penerbit buku sejak beberapa tahun lalu. Namun hingga kini, perjuangan itu belum kunjung berhasil.

Di sejumlah negara Eropa, pajak terhadap pembelian dan penjualan media cetak sudah lama ditiadakan, sebagai bentuk peran negara untuk mencerdaskan masyarakat. Kertas sendiri adalah bahan baku utama bagi industri media cetak. Ia merupakan salah satu komponen biaya produksi terbesar bagi penerbit. (Erwin Kustiman)