Kemiskinan Minim Sentuhan Pemkot

KOTA TASIK17 views

KAWALU, (KAPOL).-Basis data terpadu (BDT) Kota Tasikmalaya sebagai peta warga yang paling rendah tingkat kesejahteraannya perlu penyempurnaan. Pasalnya salah satu Ketua RW di wilayah Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya belum banyak mendengar pergerakan kepada warga meski sudah ditetapkan Wali Kota Tasikmalaya beberapa waktu lalu.

“Saat itu juga sudah ada koordinasi. Karena melalui petugas pencacah, namun belum tahu informasi terbarunya. Sebab jika berkaca pada survei tahun 2015 lalu, masih ada jompo dan lansia yang belum masuk BDT. Sebagai pengurus kewilayahan, tentu saja khawatir katempuhan karena warga komplennya ke Ketua RW ataupu RT,” ujar Ketua RW 7 Kelurahan Urug Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya, Yudi kepada “KP”, Selasa (5/3/2019).

Ia mengatakan beberapa kali bertanya kepada petugas pencacah untuk BDT tahun 2018 kemarin. Namun warga juga belum ada kabar terbaru. “Sebab ini menjadi kesulitan kita di lapangan, warga mengeluh di data saja tapi tidak dapat bantuan dari pemerintah. Malah ada istilah mau siskamling ataupun kerjabakti pun sulit, kita mah tidak mendapatkan bantuan,” ujarnya menuturkan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Nana Rosadi mengatakan BDT tahun 2018 sudah disahkan oleh pemerintah. Adapun jika masih ada yang belum terdata, bisa melalui usulan perbaikan per enam bulan sekali.

“Terakhir itu total yang tercatat tingkat kesejahteraannya masih rendah di kisaran 75 ribu keluarga atau sekitar 250 ribu jiwa,” katanya.

“Itupun ada 6.800-an yang keluar karena dianggap sudah tergolong mampu, dan yang benar-benar baru masuk 8.000-an keluarga karena benar-benar miskin. Kita kan sudah menyampaikan ke RT dan RW masing-masing untuk mendata mulai dari ibu hamil, balita, pra sekolah, siswa SD, SMP, SMA, lansia dan disabilitas,” ujarnya menjelaskan.

Ketika disinggung adanya perbedaan data antara yang dilansir BPS dengan BDT, Nana mengatakan ada beberapa perbedaan indikator. Jika BPS menggunakan indikator makro, pihaknya sampai detail sesuai nama dan alamat.

“Sebab kita mendata keluarga pra sejahtera dan rentan pra sejahtera. Kita lengkap kok sampai nama dan alamat rumahnya,” katanya.

“Parameternya jelas, mulai dari pendapatan keluarga minimal Rp 600 ribu, kondisi rumah, stunting dan melihat laju pertumbuhan ekonomi. Mungkin masih ada perbedaan di BDT sekitar 75 ribu, termasuk juga dengan data PKH yang berada di kisaran 35 ribu keluarga. Selisih ini yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah,” ujarnya menambahkan.

Nana tidak menampik jika dana pendampingan untuk PKH sebagaimana diminta oleh Kemensos RI masih tergolong minim dari APBD Kota Tasikmalaya.

“Idealnya harus ada cost sharing dari daerah, itu juga untuk membantu selisih jumlah warga prasejahtera yang belum mendapatkan bantuan. Berarti hampir 40 ribu yang belum tercover,” katanya. (Inu Bukhari)***