TASIKMALAYA, (KAPOL).- Ketua PCNU Kota Tasikmalaya, KH Didi Hudaya mengatakan ditetapkannya 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila menjadi momentum anak bangsa untuk lebih mengetahui dialektika perumusan Pancasila sampai terwujud seperti sekarang ini.
Secara historis apapun, katanya, Pancasila versi Sukarno, Muhamad Yamin maupun dengab nama Piagam Jakarta adalah bagian dari proses. Dan tidak perlu dipertentangkan karena segala dialektika dulu sudah dipungkas dengan Pancasila hari ini sesuai yang tercantum dalam UUD 45.
“Pergumulan pemikiran dalam perumusan dasar negara merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Dan NU ada di tengahnya dengan tidak mempertentangkan antara Pancasila dan Agama. Walaupun hari ini ada lagi yang mengungkit-ngungkit proses itu agar generasi sekarang juga mempertentangkannya,” kata KH Didi, Jum’at (2/6/2017).
Bagi NU ucap Didi, hubungan agama dan negara sudah selesai yakni dengan Pancasila sebagai perekat seluruh elemen bangsa. Kemudian muncul pertanyaan, apakah Islam tidak bisa jadi perekat sebuah bangsa?.
“Nah NU tidak mempertentangkan itu tapi melihat fakta sejarah bahwa Rosul pun ketika membangun sebuah negara, membuat konstitusi negara yang disepakati dengan nama Piagam Madinah. Di sana Rosul tidak menjadikan Islam sebagai dasar negara, tapi membuat rumusan baru yang mengakomodir semua agama. Dan dari 47 pasal itu tidak ada satu pasal pun yg menyebutkan harus atas nama agama. Dan karena itulah maka terjadilah persatuan di Madinah,” ujarnya.
Atas dasar historis itulah, Pancasila solusi tepat keberagaman Indonesia yang sama halnya dilakukan Rosul ketika di Madinah.
Menurut Didi, Pancasila dianggap tepat karena ada kemaslahatan didalamnya. Sehingga ketika ada kemaslahatan di sana, berarti ada Syariat Islam juga didalamnya.
“Jadi ketika bicara Syariat Islam itu tidak harus formal ada nama Islamnya. Karena ketika ada aturan yang disusun meski tidak ada nama islam tapi ada kemaslahatan maka di sana ada Syariat Islamnya,” tuturnya.
KH Didi pun mencontohkan negara-negara Timur Tengah. Di sana Ulamanya hebat-hebat, kitab-kitabnya menjadi rujukan dunia Islam. Namun apa yang terjadi, konflik tidak bisa diredam, malah membesar, dan paling miris penduduknya eksodus ke negara lain dan mencari perlindungannya ke negara-negara Eropa yang Presidennya bukan muslim.
Atas itulah, dunia Islam justru melihat Indonesia dengan Pancasilanya karena di Indonesia antara agama dan nasionalisme tidak dipertentangkan, tapi saling menguatkan sehingga tercipta terus kebersamaan dan kedamaian.
“Muslim di Indonesia beribadah dengan tenang dan nyaman, termasuk agama lain. Bandingkan dengan di Irak dan Syiria hari ini. Tiap hari ditakutkan dengan dentuman senjata dan bom,” katanya.
Untuk itu, kepada siapa saja yang masih mempertentangkan Pancasila dengan Agama, maka orang tersebut ingin menggiring Indonesia ke kondisi negara seperti di Timur Tengah.
“Maka kami warga NU selalu mendengungkan Pancasila Bhineka Tunggal Ika NKRI dan UUD 45 harga mati karena menjaga NKRI, memupuk nasionalisme sebagai tanggungjawab umat beragama agar Indonesia tidak terjebak kearah kehancuran seperti pertentangan di negara-negara timur tengah,” tuturnya. (Jani Noor)***