SAMPAI saat ini, sampah masih menjadi permasalahan pelik yang sulit diatasi di berbagai daerah termasuk di Garut. Padahal jika dikelola dengan baik, sampah justeru bisa menjadi barang yang sangat menguntungkan dan bermanfaat.
Seperti yang dilakukan Koperasi Dangiang di Kampung Cikole, Desa Wanasari, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Selama ini koperasi tersebut konsen terhadap penanggulangan sampah menjadi pupuk organik sehingga yangbtadinya menjadi masalah kini berbalik jadi barang yang bermanfaat.
Ide pengolahan sampah menjadi pupuk organik ini muncul atas inisiatif Asep Rahmat (60) yang berprofesi sebagai petani.
Hal ini sudah berjalan cukup lama yaitu sejak tahun 1999, tak alam setelah Asep dan sejumlah rekan-rekannya mendirikan Koperasi Dangiang.
“Sejak berdiri pada tahun 1999 hingga sekarang, Koperasi Dangiang tetap konsen terhadap masalah penanggulangan limbah sampah dan pengendalian lingkungan. Salah satu programnya dalah mengolah sampah menjadi bahan bermanfaat seperti pupuk organik,” ujar Sekretaris Koperasi Dangiang, Heri Mochammad Fajar.
Disampaikan Heri, bukan hanya mengolah secara langsung, pihak koperasi juga terus memberikan sosialisasi terkait kegunaan pupuk organik kepada masyarakat terutama para petani.
Hal ini bertujuan agar mereka faham apa manfaat pupuk organik sekaligus bagaimana cara mengolah sampah agar tidak menjadi permasalahan.
Koperasi Dangiang, tuturnya, kini fokus terhadap diseminasi limbah. Bahkan mulai tahun 2000, mulai melakukan riset sampai menghasilkan sejumlah produk pupuk organik.
Menurutnya, hal ini berawal dari kegiatan diskusi terkait masalah pertanian yang dilakukan kelompok tani di kawasan tersebut. Hasilnya disepakati untuk mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengatasai masalah limbah sampah.
“Dari situlah kami kemudian melakukan berbagai percobaan bagaimana membuat pupuk organik dengan memanfaatkan limbah sampah. Hasilnya, alhamdulillah kini sudah bisa menghasilkan sejumlah produk pupuk organik,” kata Heri saat ditemui di bengkel kerja Koperasi Dangiang di Kampung Cikole, Desa Wanasari, Kecamatan Wanaraja, Rabu (13/12/2017).
Dituturkannya, lokasi pemukiman para petani di Dangiang yang berdekatan dengan Pasar Wanaraja, mau tak mau membuat mereka setiap harinya harus berhadapan dengan masalah penumpukan sampah.
Jika hal ini tak diantisipasi dengan baik, maka sudah barang tentu akan menimbulkan masalah besar baik berupa pencemaran lingkungan maupun udara yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan.
Ini juga memacu para petani untuk terus berpikir bagaimana caranya mengatasi permasalahan penumpukan sampah ini agar tidak menjadi persoalan yang serius.
Kini, hal itu bukan lagi menjadi permasalahan karena para petani sudah bisa memanfaatkan limbah sampah menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat.
Bahkan produk pupuk organik yang dihasilkan pun kini tidak hanya digunakan petani di kawasan tersebut tapi juga di kecamatan lain bahkan sampai ke Palembang, Pekanbaru, dan Jawa Timur.
Dikatakannya, penggunaan pupuk organik ini memang mempunyai kelebihan dibanding pupuk kimia. Bukan hanya masalah biaya yang dikeluarkan petani yang lebih kecil, dengan penggunaan pupuk organik, kualitas tanah pun bisa terjaga dengan baik dan hasil pertanian pun jauh lebih melimpah.
“Para petani di sini kini sudah menyadari benar kelebihan dari penggunaan pupuk organik. Secara hitung-hitungan waktu panen dengan penggunaan pupuk kimia biaya produksinya malah membengkak. Di sisi lain, industri yang diuntungkan,” ucap Heri.
Keuntungan lainnya, tambahnya, pra petani juga tak kesulitan untuk mencari bahan baku pupuk organik. Sampah sayuran yang selalu menumpuk di pasar bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku pupuk organik.
Sedangkan dalam sehari, enam ton sampah organik diangkut untuk diolah menjadi pupuk.
“Bayangkan saja kalau sampah sebanyak enam ton itu dibuang ke TPA Pasirbajing. Mau segede apa nanti di Pasirbajing tumpukannya,” katanya.
Masih menurut Heri, saat ini dalam sehari, Koperasi Dangiang bisa menghasilkan enam sampai 10 ton pupuk organik. Pupuk langsung dijual ke petani dan sejumlah perkebunan dengan harga hanya Rp 800 per kilo untuk kualitas dua, Rp 900 per kilo untuk kualitas 1, dan Rp 1.200 per kilo untuk organik plus.
Ketua Koperasi Dangiang, Asep Rahmat, menambahkan, penggunaan pupuk organik sangat menghemat biaya produksi.
Ia mencontohkan untuk satu hektare lahan, petani hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 1,5 juta. Dengan rincian satu ton pupuk organik dasar sebesar Rp 900 ribu dan lima kuintal organik plus sebesar Rp 600 ribu.
Harga tersebut, ucapnya, untuk pertama kali tanam. Karena yang namanya organik dasar itu berguna untuk menyuburkan tanah dulu dan menghilangkan bahan kimia yang sudah ada. Setelah memasuki musim tanam kedua, pupuk yang digunakan pun berkurang bisa sampai setengahnya.
“Apabila menggunakan pupuk kimia, untuk satu hektare lahan bisa menghabiskan biaya sampai Rp 4 juta. Untuk tanaman padi pun produksinya jika memakai pupuk kimia hanya lima sampai tujuh ton. Sedangkan pupuk organik bisa sembilan sampai 12 ton,” kata Asep.
Diakuinya, untuk pengenalan pupuk organik kepada para petani ini pada awalnya memang tidak mudah. Karena belum faham dengan keunggulannya, para petani sempat menolak untuk menggunakan pupuk organik dan lebih percaya pada pupuk kimia.
Namun, berkat upaya yang tak mengenal lelah dan putus asa, pihaknya terus memberikan sosialisasi kepada para petani hingga akhirnya mereka bisa benar-benar merasakan kelebihan dari penggunaan pupuk organik.(Aep Hendy S)***