TASIKMALAYA, (KAPOL).- Kuasa Hukum KPU Kota Tasikmalaya sebagai pihak termohon sengketa hasil Pilkada Kota Tasikmalaya 2017 sudah menyiapkan eksepsi atau jawaban penolakan atau keberatan atas tuntutan pihak pemohon yakni Kuasa Hukum Dede-Asep.
Eksepsi setebal 38 halaman itu akan dibacakan pada sidang kedua Mahkamah Konstitusi (MK), besok Rabu (22/3/2017) sekira pukul 09.00 Wib di Jakarta.
Ketua KPU Kota Tasikmalaya, Cholis Muchlis, mengatakan kuasa hukum KPU sebanyak sembilan orang yang kesemuanya Advokat dan calon Advokat pada Pasundan Constitution Center yang berkantor di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung.
Terdiri dari Dr. Absar Kartabrata, SH, M.Hum, Syafran Riyadi, SH, KM Ibnu Shina Zaenudin, SH, Muhamad Hikmat Sudiadi, SH, Fajar Ramadhan Kartabrata, SH, MH, Gian Budi Arian, SH , Barkah Nugraha, SH, dan dua Calon Advokat yakni Dedy Setiady, SH serta Ferdi Berdona, SH.
Terkait materi eksepsi, Cholis mengungkapkan bahwa intinya menyampaikan dalil keberatan atas gugatan pemohon. Kuasa Hukum berpandangan bahwa MK tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya Tahun 2017, yang diajukan oleh PEMOHON dengan alasan permohonan Pemohonan yang sama sekali tidak menjelaskan tentang adanya kesalahan Penghitungan Suara yang dilakukan termohon sehingga berpengaruh pada perolehan suara termohon.
“Berdasarkan Pasal 157 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 bahwa kewenangan MK hanya terbatas pada perkara Perselisihan Penetapan Perolehan Suara hasil pemilihan, sehingga persoalan lain di luar perolehan suara hasil pemilihan tidak berwenang,” kata Cholis, Selasa (21/3/2017).
Selain itu, berdasar Pasal 4 PMK Nomor 1 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 1 Tahun 2017 bahwa Objek perkara dalam perselisihan hasil Pemilihan adalah Keputusan termohon tentang Penetapan Perolehan Suara hasil pemilihan yang mempengaruhi terplihnya Pemohon.
Di dini jelas dan nyata permohonan pemohon tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b) angka (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 1 Tahun 2016 yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Pemohon paling kurang memuat penjelasan tentang hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. Maka dari itu, termohon berkeyakinan apa yang dimohonkan termohon tidak mempengaruhi hasil penetapan suara.
Cholis pun menuturkan kedudukan hukum (legal standing) pemohon lemah karena permohonan melewati batas selisih perolehan suara. Hal itu tidak sesuai dengan pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Juncto Pasal 7 ayat (2) PMK Nomor 1 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK I/2017, ditentukan besaran prosentase untuk mengajukan Permohonan perselisihan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota dengan berpedoman ketentuan.
“Dan bagi Kota Tasikmalaya dengan jumlah penduduk lebih dari lima ratus ribu jiwa sampai dengan satu juta jiwa, paling banyak selisih suara satu persen. Karena lebih dari satu persen maka pemohon tidak dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi karena selisih perolehan suara antara Pasangan Calon Nomor Urut 2 sebagai peraih suara terbanyak dengan Pasangan Calon Nomor Urut 3 (Pemohon) adalah sebesar 10.077 suara atau lebih dari 3.793 suara ( batas maksimal 1 %). Sehingga PEMOHON tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan,” tuturnya.
Meski demikian KPU Kota Tasikmalaya menghormati keputusan Majelis Hakim nanti apapun keputusannya. Sebagai warga negara yang baik siapapun harus taat hukum, tak terkecuali KPU Kota Tasikmalaya.(Jani Noor)***