Lima Pasien Difteri, Masih Dirawat di RSUD dr. Slamet Garut

GARUT18 views

GARUT, (KAPOL).- Jumlah pasien difteri yang masih dirawat di RSUD dr. Slamet Garut hingga sekarang berjumlah lima orang.

Usianya beragam dari mulai anak, dewasa hingga orang tua.

Direktur RSUD dr. Slamet Garut, Maskut Farizd mengatakan, penanganan difteri di Garut sempat terkendala sulitnya mendapatkan antitoksin difteri atau Anti-difteri serum (ADS), karena harus beli dari Bio Farma.

“Sedangkan dari bio farma, barangnya kosong. Karena pesanan itu bukan hanya dari Garut saja tetapi dari seluruh Indonesia,” kata Maskut, Kamis (8/2/2018).

Alhamdulillah sekarang mulai ada pengiriman sehingga penanganan sudah tidak ada masalah lagi.

Hanya saja, Maskut sempat mengeluhkan terkait biaya penanganan, karena selama ini anggaran dari pemerintah baik dari pusat, provinsi maupun dinas kesehatan tidak ada.

“Jadi selama ini biaya perawatan untuk pasein difteri dari rumah sakit, karena pasein tidak boleh bayar karena difteri ini masuk pada kejadian luar biasa atau KLB. Ya harusnya biaya itu dari Pemerintah, karena kalau terus dibiayai oleh rumah sakit payah juga, kami kan BLUD. Namun begitu hingga sekarang ini penanganan difteri lancar lah tidak ada kendala,” kata Maskut didampingi wakil direktur bidang pelayanan Hj. Een Suryani.

Dia menjelaskan, sejak Desember pasein difteri yang dirawat di rumah sakit milik pemerintah itu sebanyak 44 orang.

Dari jumlah itu, lima orang dinyatakan meninggal dunia, satu dinyatakan negatif.

“Sekarang, yang masih dirawat berjumlah lima orang. Yang satu negatif itu sebelumnya dinyatakan difteri tetapi belakangan ini setelah diperiksa bukan difteri,” katanya.

Adapun kondisinya, kata Een, ke lima pasein itu mulai membaik. Artinya ada penyembuhan setelah diberikan Ads tersebut.

Dia menuturkan, pasein difteri sebanyak 44 orang itu bukan hanya dari wilayah pasisian saja, tetapi dari perkotaan Garut juga ada.

“Kami mencatatnya dari 44 pasein itu berasal dari sekitar 17-18 kecamatan.” ujarnya.

Disinggung masalah anggaran, Een juga menyebutkan, mestinya biaya penanganan difteri itu dari pusat, artinya ditangani pusat.

Akan tetapi sekarang ini masalah keuangan ditangani pihak rumah sakit, dari mulai pengobatan, pakaian untuk dokter, perawat, obat-obatan, dan biaya kebutuhan lainnya.

Een juga membenarkan, kalau ADS sebelumnya sulit didapat.

“Pesanan yang dari Desember juga baru dikirim awal Februari ini sebanyak 30 fial (botol). Alhamdulilah sekarang penanganan sudah lancar, pasein juga sudah berkurang. Perlu diketahui yang disebut KLB itu,” ucapnya.

Jika ada satu orang saja yang meninggal akibat difteri maka akan disebut KLB.

“Jika sudah KLB maka biaya perawatan digratiskan. Rumah sakit ini satu-satunya rumah sakit di garut yang menangani difteri,” ujarnya. (Dindin Herdiana)***