JOGJAKARTA, (KAPOL).- Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kota (Pemkot) Jogjakarta tercatat 5.172 orang. Padahal tenaga yang dibutuhkan, idealnya sekitar 12.000 orang. Dengan demikian, Pemkot Jogjakarta kekurangan sekitar 7.000 ASN.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Pemkot Jogjakarta, Drs. Kris Sarjono Sutejo, MM, saat menerima kunjungan kerja (Kunker) Dewan Peningkatan Daya Saing (DPDS) Kota Tasikmalaya di Ruang Rapat BKPP Pemkot Jogjakarta, Jumat (19/7/2019) yang baru lalu.
Dikatakan Kris Sarjono, dari seluruh jumlah ASN yang ada (5.172 orang –red), sebanyak 40 % di antaranya adalah guru, sisanya tenaga administrasi. Kondisi kurangnya SDM dari kebutuhan ideal ini, memunculkan fenomena, jabatan di Pemkot Jogjakarta menjadi “murah” karena peminatnya tidak ada atau kurang. Akibat lainnya, di Pemkot Jogjakarta kini banyak pegawai eselon yang tidak punya staf atau jabatan fungsional umum
“Bahkan belakangan ini banyak pegawai yang justru lebih tertarik pada jabatan fungsional tertentu. Hal ini sejalan dengan dengan program Men-PAN yang menghendaki, formasi yang harus diajukan adalah jabatan fungsional tertentu”, ujar Kris.
Berkaitan dengan himbauan Men-PAN itu pula, Kris Sarjono menjelaskan, pihaknya berupaya untuk memperbanyak formasi fungsional tertentu. Termasuk SDM P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), yang diterima hanya fungsional tertentu bukan fungsional umum. Pemkot Jogjakarta mengakali (dalam tanda petik) kebutuhan formasi itu agar sesuai kehendak Men-PAN.
“Yang penting dapat kuota dulu untuk mendapatkan PNS. Baru nanti setelah jalan, diangkat sebentar lalu dikembalikan atau dialihkan ke jabatan fungsional umum”, ujar Kris seraya menambahkan, pihaknya terpaksa melakukan “akal-akalan” itu karena Men-PAN sangat pelit memberi kuota.
Dijelaskan, kondisi reil ASN di Pemkot Jogjakarta saat ini terdiri golongan I ada 93 orang, golongan II (922), golongan III (2.769) dan golongan IV ada 1.388 orang. Sebanyak 2.253 di antaranya pria dan sisanya 2.919 wanita. Sedangkan dilihat dari pendidikannya, lulusan SD ada 106 orang, SLTP (181), SLTA (1.191), DI – III (912), DIV/S1 (2.396) dan S2 ada 386 orang.
“Di Pemkot Jogjakarta, ASN Eselon I tidak ada. Eselon II A ada 1 orang yaitu Sekda yang pada akhir Juli ini akan purna tugas, Eselon IIB ada 19 orang, Eselon IIIA 58 orang, III B 101 orang, IVA 433 orang, dan Eselon IV B ada 244 orang”, ungkap Kris.
Soal penerimaan ASN yang ditetapkan pemerintah pusat, Kris mengaku kecewa. Karena kriterianya disamakan, padahal kebutuhan di setiap daerah berbeda. Untuk itu, pihaknya punya ambisi di tahun 2020 untuk menyempurnakan pengembangannya terutama dalam hal keterkaitan pengelolaan administrasi kepegawaian. Menurut dia, UU tentang ASN, manajemena maupun PP-nya sebetulnya masih banyak hal yang bisa dikembangkan tapi sampai sekarang belum dilakukan oleh pemerintah pusat.
Salahsatunya tentang penilaian kinerja. Bagaimana mengukur penilaian kinerja pegawai yang benar-benar bisa memotret kinerja orang perorang, baik struktural maupun fungsional, termasuk fungsional umum yang benar-benar bisa memberikan gambaran kualitas pegawai, sampai sekarang belum ada.
“Saya kecewa pada saat kita bicara pengukuran kinerja, kenapa pemerintah pusat belum melangkah. Kalaupun ada yang disebut melangkah, melangkahnya paling-paling hanya maksimal di seputar SKP (Sasaran Kinerja Pegawai –red). Tidak pernah bisa bicara bagaimana memotret kegiatan pegawai setiap saat, setiap jam, setiap menit, pada ngapain dan sebagainya”, ujar Kris.
“Insyaallah di tahun 2020 kami akan bergandengan dengan praktisi dan akademisi untuk secara khsusus membahas masalah ini dan hasilnya nanti akan ditunjukkan kepada pemerintah pusat bahwa daerah bisa lebih pintar dari pemerintah pusat”, kata Kris lagi.
Tenaga Ahli
Menyoal tugas BKPP dalam hal peningkatan kapasitas dan kemampuan individu SDM, Kris menjelaskan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada dinas teknis terkait. Namun ada kebijakan khusus terhadap OPD yang menjadi pendukung utama capaian misi walikota. Bagi OPD ini, BKPP akan menguatkan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Di antaranya melalui diklat sesuai kebutuhan yang bisa menampung kebutuhan terapan di lapangan. Diakuinya, BKPP belum bisa memenuhi kebutuhan setiap OPD karena satu OPD dengan OPD lain kebutuhannya berbeda. Persoalan ini dicarikan solusinya dengan memberikan diklat khusus spesialisasi untuk OPD masing-masing.
“Diklat yang besifat sangat teknis misalnya diklat komputer, diklat bendahara, dll diserahkan sepenuhnya kepada OPD masing-masing. Kami hanya memberikan batas waktu diklat maksimal 3 hari”, ujar Kris.
Khusus untuk menyiasati kendala kurangnya SDM, lanjut Kris, setiap OPD pendukung utama misi walikota, diizinkan untuk mengangkat tenaga teknis dan tenaga ahli dari luar ASN yang ada. Misalnya Bappeda diizinkan untuk mengangkat tenaga pendukung yang sifatnya benar-benar ahli di bidangnya untuk membantu OPD terkait dalam rangka menyukseskan dan menyelesaikan misi walikota.
Menyinggung peran BKPP dalam meningkatkan daya saing daerah, Kris Sarjono mengungkapkan, pihaknya berfokus pada penguatan Informasi dan Teknologi atau IT. BKPP secara terupdate terus berupaya meningkatkan kemampuan SDM melalui pembinaan teknis (Bintek) yang sifatnya sangat spesialis.
Di Pemkot Jogjakarta kata dia, IT sudah “smart” sudah besar. Semua jenis IT di Jogjakarta ada dalam sistem JSS (Jogja Smart Service). Satu akun satu aplikasi untuk semua pelayanan yang ada di Jogjakarta. Segala macam layanan terkait dengan “smart city “ada di JSS. Semua warga, semua pengusaha, semua UKM atau siapa saja semua bisa mengaksesnya.
“Termasuk untuk mempasilitasi UKM semua ada di JSS. Dengan ini kami punya harapan bisa meningkatkan daya saing daerah”, kata Kris.
Luas wilayah Jogajakarta sekitar 32,5 km2. Jumlah penduduk sesuai KTP yang dikeluarkan ada 417.744 jiwa. Namun di siang hari, jumlah orang yang masuk ke Kota Jogjakarta bisa mencapai 2 juta orang. Potensi utama yang sangat menunjang income pendapat daerah adalah pariwisata, kedua pendidikan.
Dalam APBD tahun 2019, pendapatan daerah Pemkot Jogjakarta tercatat sekitar Rp 1,7 Triliun. Sebanyak Rp 636 Miliar lebih di antaranya merupakan PAD, Rp 907 M lebih dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah sekitar Rp 182 M. Belanja daerahnya berjumlah Rp 1,8 Triliun lebih dengan perincian untuk belanja tidak langsung Rp 771 M lebih dan belanja langsung sekitar Rp 1,084 Triliun.
Rombongan kunjungan kerja DPDS Kota Tasikmalaya yang dipimpin oleh Assda II Pemkot Tasikmalaya Kuswa Wardana ini terdiri dari unsur ASN terkait Pemkot dan KADIN Kota Tasikmalaya serta praktisi yang memiliki kepedulian terhadap kemajuan Kota Tasikmalaya.
“Hasil dari kunker ini nanti akan dirangkum sebagai bahan kajian kami untuk dijadikan masukan kepada Walikota Tasikmalaya. Yang cocok dan sesuai dengan kondisi Kota Tasikmalaya mudah-mudahan bisa diterapkan”, ujar Wahyu Tri Rahmadi, Ketua Harian DPDS Kota Tasikmalaya. (ZM)***