Menyeruput Cuan Bisnis Alanabi

EKBIS, KANAL30 views

TASIKMALAYA, (KP)-.

Dari sekian banyak peluang bisnis yang ada, sektor kuliner inilah yang makin populer di masyarakat. Denyut pasar yang terindikasi tak pernah redup membuat para pelaku usaha berbondong-bondong menggarap cuan di sektor tersebut. Tanpa terkecuali, di Kota Tasikmalaya, yang belakangan semakin deras kehadiran tempat kuliner teranyar.

Di tengah beragamnya konsep unik yang diusung dengan tingkat persaingan yang tidak bisa dibisa dikatakan longgar itulah, hadir pemain pasar baru yang justru berani melawan arus. Tidak lagi cara konvensional yang lazim dipakai, malah konsep dagang 1500 tahun ke belakang, inilah yang coba diaplikaskannya dalam bisnis kuliner, Alanabi.

Rizal Adriansyah, sang pemain baru di sektor kuliner, pun mengaku konsep ‘buka-bukaan modal’ sengaja dipakainya pada rumah makan yang berlokasi di Grand Syfa BKR tersebut.

“Paradigma yang terbentuk di masyarakat kita itu menilai bisnis kuliner paling prospektif dan menguntungkan, karena margin penjualan bisa mencapai 100 persen. Bahkan, bisa tiga kali lipat dari modal semula. Inilah yang saat ini coba kita patahkan,” paparnya dijumpai di lokasi, kemarin.

Tak heran, ketimbang langsung memasukkan untung`sekian persen dalam harga yang dipatok pada menu. Di Alanabi, malah konsumen disuguhkan transparansi biaya modal keselurahan untuk sajian yang disantapnya tersebut. Dimana kemudian, konsumen selanjutnya yang bebas menentukan berapa untung bagi perusahaan tersebut. Sebuah gebrakan dari langkah bisnis, yang hari ini tampaknya sulit dijumpai.

Melalui jargon, ‘Modal Sejujurnya, Beri Untung Seikhlasnya’ tersebut, Alanabi memiliki optimisme besar terhadap cerahnya perkembangan bisnis mereka ke depan.

“Ketika pemain kuliner lain mungkin melakukan ragam inovasinya dari menu makanan, atmosfir, service, dan lain sebagainya. Kami memberanikan diri untuk keluar dari kebiasaan konsep bisnis kuliner yang ramai dipakai hari ini. Justru dengan menyentuh bagian paling sensitif sebetulnya di aspek harga, ini paling rasional sehingga tak akan terpengaruh tren, karena makan adalah kebutuhan primer,” ungkap Rizal, yang semula bergerak di bisnis parking tersebut. Selain juga, mereka terus mengedepankan konsistensi dalam usahanya ini.

Tingginya risiko yang sekilas tampak dari bisnis baru ini pun, ditepis anak muda tersebut. Menurutnya, dengan transparansi yang dihadirkan sejak awal, justru membuat bisnisnya ini lebih terjaga dan tidak rentan risiko. Bahkan, kini setidaknya ada dua investor yang mengantri untuk mendapatkan waralaba (franchise) Alanabi ini.

“Ke depan, arahan bisnis ini memang ingin kita jadikan sebuah waralaba, mengingat di Tasik itu ranah ini juga jarang sekali disentuh padahal ya sangat tepat khususnya di sektor kuliner. Kita target ada empat-lah, minimal,” ujarnya.

Menariknya, ide bisnis out of the box ini ternyata telah lahir sejak dua tahun lalu ini. Hanya saja, kala itu para investor tidak ada yang berani mengeksekusi ide brilian tersebut. “Jadi, ya dengan persiapan sangat matang, kita buktikan sendiri bahwa konsep dagang yang dinilai orang mungkin akan bangkrut dalam waktu cepat jika buka-bukaan begini, sama sekali tidak emikian,” pangkas Rizal.

Menanggapi pertumbuhan kuliner di Kota Tasikmalaya sendiri yang tengah merekah, dia menilai malah tren tersebut tergolong lambat. “Karena sebetulnya, jika menilik ke belakang, embrionya ini ada di tahun 2010 sama seperti kota besar Bandung, sehingga ramainya setahun-dua tahun belakangan ini jelas terlambat. Di tahun-tahun ini, mestinya pasar telah terbentuk solid dan tinggal pengembangan bisnis saja, bukan lagi timbul tenggelam seperti sekarang,” ujarnya. Meski demikian, di sisi lain hal itu menjadi sebuah kesempatan pasar yang dapat digarap secara optimal, ke depannya. (Astri Puspitasari)***