TAWANG, (KAPOL).- Calon Wali Kota Tasikmalaya, Dicky Chandra Negara mengungkapkan budaya mundur dari jabatan harus dibiasakan di negara ini. Pasalnya mundur dari jabatan ciri pemimpin berintegritas demi majunya suatu peradaban.
“Pejabat mundur harus jadi kebanggaan. Ketika merasa gagal tugas, ada kesalahan meski oleh bawahan, mundur suatu pilihan karena akan menjadi spirit kepemimpinan bagi yang lain,” kata Dicky, Selasa (3/1/2017).Memang, ujarnya, sangat jarang seorang pejabat rela melepas jabatan ketika gagal menjalankan tugas. Saking langkanya Dicky Chandra pun sempat mendapat hujatan dan malah jadi kampanye hitam yang menyerang dia di Pilkada Kota Tasikmalaya 2017.
“Tapi tak masalah. Saya maju terus dengan prinsip saya. Karena pengalaman mundur bukan saat menjadi Wakil Bupati Garut saja, tetapi saat syuting Sinetron yang memaksa saya harus melakukan adegan tidak pantas juga, saya memilih mundur. Padahal honor sinetron sangat besar,” ucapnya.
Menurut Dicky, kepemimpinan bangsa sekarang harus banyak meniru negara maju. Contoh Jepang atau Jerman, ketika ada kesalahan sedikitpun yang merugikan masyarakat, pejabat tersebut langsung menyampaikan pengunduran diri.
Maka, tuturnya, jangan sampai pejabat mundur atau diberhentikan karena kasus korupsi misalnya, dibanding persoalan lain yang selama belum terungkap publik akan kebal muka, tebal telinga meski caci maki rakyat tertuju pada pemimpin tersebut.
“Kenapa Jepang dan Jerman menjadi negara maju? Karena memiliki peradaban budaya malu tadi. Gagal tugas, tak bisa merealisasikan janji politik, mundur menjadi jawaban. Toh roda pemerintahan tetap berjalan,” ucapnya.
Dicky pun mencontoh Jepang yang pernah gunta ganti Perdana Menteri sampai tujuh kali dalam setahun. Gantinya Perdana Menteri bukan diturunkan, tapi mundur sendiri karena merasa gagal meningkatkan ekonomi Jepang.
Begitupun Perdana Menteri Jerman yang mundur karena tersangkut skandal kredit rumah berbunga ringan dari keluarga pengusaha.
Perdana Menteri tersebut mendapat diskon khusus ketika membeli rumah.
“Padahal cuma diskon. Karena dianggap ada perlakukan khusus, kemudian terekspos publik, si perdana menteri tadi akhirnya mengundurkan diri. Kalau di kita, mengumpulkan puluhan rumah, mobil dan hadiah-hadiah masih duduk tenang dan pergi ke masyarakat tanpa merasa ada salah,” tuturnya.
Untuk itu, Dicky mengajak momen Pilkada sekarang menjadi ajang peningkatan integritas kepemimpinan yang ketika gagal tidak bisa merealisasikan janji atau tersandung masalah, harus mundur.
“Saya di Garut memilih mundur karena ada hal prinsip yang bertentangan. Mundur menjadi pilihan daripada terus larut dalam kemunafikan,” ujarnya.
Saat ditanya penyebab mundur ? Dicky enggan mengungkapkan karena menyangkut aib kepemimpinan seseorang yang terstruktur dan tersistematis. (Jani Noor)