SUMEDANG, (KAPOL).- Keberadaan PKL yang tak tertata serta ruang parkir yang tak jelas, menjadi pemicu kemacetan arus lalulintas di Jalan Raya Jatinangor, Kab. Sumedang.
Antrian kendaraan khususnya tujuan Bandung pada sore hari di kawasan Jatinangor itu, acap kali menjadi pemandangan yang menjengkelkan.
Dibenarkan, salah seorang pengendara warga Desa Jatisari Kec. Tanjungsari, Agus R (39) yang mengaku jengkel karena macet, ketika melintasi kawasan Jatinangor khususnya pada petang menuju malam hari.
“Menjelang malam, pasti disana macet, itu akibat hilir mudik pejalan kaki yang menuju pertokoan dan tempat makan. Bahkan, diperparah aktivitas PKL yang tak tertata dan kendaraan yang parkir seenaknya di bahu jalan,” ucapnya.
“Aneh, kaayaan kitu teh jiga anu diantepkeun wae ku pamarentah teh?,” katanya kepada Kabar Priangan Online (KAPOL), Senin (6/11/2017).
Ia berharap, segera dilakukan penataan PKL seperti upaya penempatan ke lokasi yang tak akan mengganggu kenyamanan umum, termasuk menertibkan parkir liar.
“Jika lokasi parkirnya tak jelas, ya sudah barang tentu status petugas parkir-nya pun liar. Terus, itu pungutan biaya retribusi parkir, masuk ke kantong pribadi atau siapa?,” ucapnya.
Jika diindikasi ada pungutan liar, kata dia, lalu apa korelasi hukumnya dan bagaimana sikap dinas dan instansi terkait di Sumedang?.
Menyikapi itu, Ketua Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Lokal (P3ML) Kabupaten Sumedang, Nandang Suherman mengatakan, Jatinangor itu “potret” ketidak berdayaan Pemkab Sumedang dalam menghadapi cepatnya perubahan sosial dan penggunaan ruang di Jatinangor.
Ia menilai Pemkab lambat dan tidak terlihat kehadirannya dalam penataan kawasan Jatinangor.
“Tampaknya, Jatinangor seperti dibiarkan berkembang tanpa arah dan tidak dalam skenario yang terarah,” ucapnya.
Pemerhati kebijakan pemerintahan itu mengatakan, Jatinangor hanya diposisikan sebagai penyumbang PAD yang cukup besar bagi Sumedang.
Namun, tanpa ada timbal balik yang sepadan ke Jatinangor yang diimplementasikan kedalam bentuk perbaikan dan pengaturan pengelolaan kawasan di Jatinangor ini.
Jatinangor hanya didekati dari sisi administratif saja, kata dia, yaitu sebuah kecamatan yang tanpa melihat dari aspek spasial/ruang yang nota bene menyatu dengan kawasan Rancaekek dan Cileunyi atau dalam satu hamparan.
Tentu saja, ujar dia menambahkan, penataan pun tidak cukup dari pendekatan administrasi Jatinangor saja.
Karena, kata dia, persoalan pergerakan barang dan jasa di Jatinangor itu terhubung juga dengan Cileunyi dan Rancaekek.
“Tidak terlihat upaya kerjasama antar daerah (Sumedang dan Kab. Bandung) yang bisa difasilitasi Provinsi Jabar untuk mengatasi dan mencari solusi peesoalan Jatinangor ini,” ujarnya.
Sehingga, sudah sepantasnya Jatinangor memikirkan solusi komprehensif atas berbagai persoalan yang muncul dan tidak hanya mengandalkan Pemkab Sumedang saja.
“Pengelolaan kawasan yang terintegrasi dengan Rancaekek dan Cileunyi pun harus sudah mulai dipikirkan dan harus mulai mendesak Provinsi Jabar, karena menyangkut dua kabupaten,” tuturnya.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan untuk menawarkan pengelolaan kawasan yang otonom, agar bisa efektif dalam melakukan pembenahan di Jatinangor.
Perguruan tinggi di Jatinangor itu lengkap, masa tak bisa diajak untuk kerjasama dalam mencari solusi mengurai persoalan Jatinangor?.
Disinggung terkait wacana pusat pemerintahan (Puspem) Jatinangor, Nandang mengaku rencana itu tak akan menjadi solusi dalam memecahkan permasalahan jatinangor.
Menurutnya, yang dibutuhkan Jatinangor itu bukan gedung kantor kecamatan yang megah.
Namun, ujar dia, membutuhkan efektifnya kebijakan yang dibuat oleh pemkab terhadap Jatinangor.
“Gedung mah sudah banyak di Jatinnagor mah, ada IPDN dan disana masih banyak yang kosong atuh?,” katanya.
Bahkan, kata dia, di Ikopin juga masih ada gedung yang kosong tak terpakai.
“Pemkab Sumedang oge kantorna tos pindah ka IPP, tapi angger wae teu robah tah kinerja pemerintahan mah,” ucapnya.
Memindahkan kantor kecamatan, kata dia, eta mah nguntungkeun kontraktor dan makelar. Padahal, kantor nu ayeuna oge masih bisa dipake.
Sebelumnya, Bupati Sumedang, H Eka Setiawan mengatakan jika Jatinangor membutuhkan penanganan dan perhatian yang serius dari Pemkab Sumedang.
Karena, kata dia, Jatinangor merupakan wilayah yang perkembangannya cukup pesat dan itu satu alasan jika Jatinangor layak diperhatikan secara serius.
“Targretnya, harapan masyarakat untuk segera memiliki kantor pusat pemerintahan kecamatan, bisa segera tercapai,” ujarnya.
Harapan masyarakat Jatinangor itu, ujar dia menambahkan, akan dijadikan program prioritas untuk direalisasikan oleh Pemkab Sumedang. (Azis Abdullah)***