Niat Menolong, Ibu Kandung Malah Digugat  Rp 1,2 Miliar

HUKUM15 views

TARKI, (KAPOL).- Kasus sidang perkara perdata ibu yang digugat anak kandungnya karena masalah utang piutang, Kamis (23/3/2017) memasuki sidang keenam dengan agenda pembacaan duplik.

Sidang dilaksanakan di ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Garut dengan dihadiri puluhan anggota keluarga tergugat.

Jalannya sidang tak berlangsung lama, tapi hanya sekitar 15 menit. Hakim meminta kuasa hukum kedua belah pihak untuk menyiapkan materi tertulis. Sidang pun akan kembali digelar Kamis pekan depan dengan agenda pemeriksaan bukti-bukti dari kedua belah pihak.

Ditemui seusai sidang, pihak tergugat yang diwakili Eep Rusdiana (49) yang juga anak kandung tergugat, Siti Rokayah (83), mengaku kecewa dengan adanya gugatan yang dilakukan oleh kakak kandungnya sendiri terhadap ibu kandungnya.

Apalagi, pada awalnya persoalan utang piutang ini terjadi antara penggugat yaitu Yani beserta suaminya, Handoyo Adianto dengan saudara mereka di salah satu bank BUMN.

“Saya ingin meluruskan bahwa awalnya ibu saya tidak memiliki utang terhadap penggugat yang merupakan anak kandungnya juga. Masalah ini bermula ketika kakak saya yang juga anak kandung ibu saya, Asep Ruhendi mengalami kredit macet di Bank BRI Cabang Garut,” ujar Eep.

Dikatakannya, kredit macet yang dialami Asep Ruhendi itu jatuh tempo pada 31 Januari 2001 dengan nilai kurang lebih Rp 40 juta. Kemudian Handoyo Adianto yang merupakan ipar Asep Ruhendi, menawari bantuan pinjaman untuk melunasi utang tersebut. Syaratnya adalah SHM tanah dan bangunan milik Siti Rokayah, ibu dari Asep Ruhendi, di Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, dibalikanamakan atas nama Handoyo Adianto.

Menurut Eep, balik nama SHM ini saat itu mendapat penolakan oleh anggota keluarga yang lain. Namun pada akhirnya, Handoyo itu tetap membantu membayarkan utang Asep Ruhendi. Teknis pemberian pinjamannya tidak secara rinci dituangkan dalam perjanjian yang hanya diketahui oleh orang tua mereka, Siti Rokayah, beserta kedua anaknya Asep dan Yani.

Dengan disampaikan secara lisan, yaitu sebesar 50 persen diberikan secara transfer dan sisanya disetorkan langsung oleh Yani, dengan tujuan agar SHM Siti Rokayah bisa disimpan Yani sebagai jaminan.

Diungkapkan Eep, dalam perkembangannya, kakak iparnya tersebut hanya membayarkan transfer Rp 21,5 juta, sementara sisanya tak pernah dilunasi. Sehingga akhirnya sisa hutang tersebut dilunasi oleh pihak keluarga. Itu pun dilakukan pada 6 Mei 2004, ke Bank BRI sebesar Rp 22,5 juta seperti yang tertera dalam tanda bukti setor ke bank. Sehingga dengan demikian hutang Asep Ruhendi ke Handoyo hanya sebesar Rp 21,5 juta sesuai nilai transfer.

“Persoalan utang tersebut sempat mereda dan tak pernah dibahas selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya, pada Oktober 2016 lalu, Yani datang dari Jakarta ke Garut membujuk ibu saya untuk menandatangani surat pengakuan berhutang yang dibuat bersama suaminya,” katanya.

Menurut penilaian Eep, surat pengakuan utang yang dibuat Yani dan suaminya itu penuh rekayasa. Mereka memaksa agar Siti Rokayah mau menandatangani surat pengakuan utang tersebut yang nilainya dalam surat itu sebesar Rp 41,5 juta.

Padahal seperti diketahui, utang Asep Ruhendi ke Handoyo hanya setengahnya karena hanya mendapat transfer Rp 21,5 juta. Menurut versi mereka, pinjaman sisanya telah dibayarkan secara tunai, sementara baik kakak dan ibu saya sama sekali tidak pernah menerimanya.

Masih menurut Eep, di luar sepengetahuan keluarga, Siti Rokayah kemudian menandatangani surat pengakuan berhutang tersebut, tanpa memahami dampak yang akan terjadi. Menurut Eep, ibunya itu terpaksa mengakui memiliki utang karena dibujuk oleh Yani.

“Dari penjelasan ibu, ia merasa iba dan khawatir kepada Yani. Sebab bila surat pengakuan berhutang itu tidak ditandatangani, maka Yani akan dicerai oleh suaminya. Bahkan saya dan seorang saudara yang lain harus turut menandatangani surat pengakuan berhutang tertanggal 8 Oktober 2016 itu sebagai saksi,” jelasnya.
Lebih jauh diungkapkan Eep, dalam surat berhutang yang disiapkan Yani dan Handoyo tersebut, tertulis Siti Rokayah pada 6 Februari 2001 telah berhutang senilai 501,5 gram emas murni, dan telah melewati batas waktu kewajiban pelunasan yang dijanjikan, yaitu dua tahun dari tanggal pemberian utang. 

Nilai utang saat itu adalah Rp 40.274.904, yang disepakati setara dengan harga emas murni pada 2001 silam sebesar Rp 80,200 per gram.

Dalam gugatannya di pengadilan, tambahnya, Yani dan Handoyo menuntut kerugian materil nilai emas seberat 501,5 gram, yang dikonversikan dengan nilai saat ini adalah Rp 640.352.000, dan kerugian imateril sebesar Rp 1,2 miliar. Sehingga total yang dituntut itu kurang lebih mencapai Rp 1,8 miliar. 
Hal ini tentu sangat mengagetkan, bahkan pada awalnya seluruh anggota keluarga tak percaya hal itu akan dilakukan Yani terhadap ibu kandungnya sendiri.

Yani sendiri merupakan anak keenam dari Siti Rokayah dari tiga belas bersaudara. Saat ini, seluruh saudara Yani menolak gugatan yang diajukan Yani beserta suaminya dan mereka bertekad untuk melawannya di pengadilan.  
Sementara itu, pihak kuasa hukum penggugat, Yopy Gilalo, menolak memberikan keterangan saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.(Aep Hendy S)***