TASIKMALAYA, (KAPOL).- Realisasi pendidikan inklusi secara merata di Kota Tasikmalaya nampaknya masih sekedar wacana. Penerapannya hanya baru sebatas perencanaan saja tanpa adanya target matang.
Hal itu terungkap dalam kegiatan Fun Play and Direct Service for Childen with Disabilities and Family oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik pada Minggu, (24/9/2017) di kompleks Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Wali Kota Tasikmalaya, H. Budi Budiman menyadari hak hidup dan hak pelayanan kelompok disabilitas memang harus dipenuhi pemerintah. Tapi diakuinya upaya pemenuhan hak tersebut belum terwujud maksimal. Apalagi dalam bidang pendidikan di mana pemerintah seharusnya menyediakan sekolah inklusif.
“Memang sudah harus dimulai. Dinsos dan Bappelitbangda harus sudah mulai memikirkan pemenuhan hak atau program berkenaan disabilitas. Mari kita satukan upaya dan dorongan untuk wujudkan, meski ini secara proses,” katanya.
Meski belum memberi tenggat pelaksanaan sekolah inklusif, Budi mengakui hal itu wajib dibentuk di tiap Kecamatan. Tetapi salah satu kendala realisasinya, kata dia yaitu minimnya kehadiran tenaga pengajar yang memahami pendidikan inklusif.
“Setiap Kecamatan harus ada sekolah yang bisa layani siswa disabilitas. Sebab harus ada tenaga khusus. SD atau sekolah mana nanti dikhususkan,” ujarnya.
Lewat kegiatan hari ini, Budi menjanjikan penguatan program sekolah inklusif di sekolah umum.
“Melihat langsung kami jadi tahu semoga ke depan sisi penganggaran diupayakan lebih baik lagi. Kami akan buat program-program berkelanjutan. Minimal tiap Kecamatan SD, SMP bisa terima anak disabilitas,” lanjutnya.
Sementara itu, Central Area Senior Manager Yayasan Sayangi Tunas Cilik Brian Sriprahastuti menyebut baru terdapat dua sekolah inklusif percontohan di Kota Tasik yaitu di daerah Kawalu dan Panglayungan. Padahal jumlah anak yang membutuhkan sekolah inklusif terus meningkat seiring pendataan.
“Kalau hanya disana tentu diskriminasi, maka karena kami bukan berikan layanan langsung maka strategi kami agar pemerintah bisa adopsi untuk menggulirkan ke wilayah lain. Baru terdata dari 319 (disabilitas) dari semua kelurahan namun saya yakin belum terdata semua. Dibawah 15 tahun dan keluarga miskin,” jelasnya.
Ia menilai kehadiran sekolah inklusif akan mempermudah akses pendidikan bagi anak disabilitas. Sebab tak semua anak disabilitas memiliki kemampuan finansial bersekolah di SLB.
“Bukan hanya ke SLB sebab fasilitas, transport dan mobilitas terbatas. Sehingga semua sekolah harus bisa mendidik disabilitas disebut di sekolah inklusif,” ucapnya. (Imam Mudofar)***