TASIKMALAYA, (KAPOL).-
Sektor pariwisata Tasikmalaya yang masih belum tergali optimal, menurut Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan (BPKK) Prof. Dr. Sc. H.M Ahman Sya, M.Pd, M.Sc harus dimulai dari komitmen Pemerintah Daerah. “Jadi bukan masalah destinasi saja, tapi dari budgeting contoh kecilnya. Ini harusnya jangan andalkan dari Pusat saja, tapi ya coba dari Pemda sendiri buktikan komitmennya,” ujarnya dijumpai seusai memberikan kuliah umum di Unsil, Senin (22/8/2016) kemarin.
Dia menekankan untuk sektor pariwisata mulai masuk ke dalam rencana induk pengembangan Tasikmalaya. Selain juga, salah satu yang bisa dilakukan dengan didukung hadirnya perda khusus yang memprioritaskan sektor tersebut.
“Kami yakin ketika komitmen pemerintahnya itu sendiri kuat dengan aplikasi-aplikasi tadi itu, ujungnya yang namanya investor dari luar itu akan datang sendiri. Tanpa perlu dikomandoi oleh kami,” tegas mantan guru besar Unsil tersebut.
Selama ini salah satu yang membuat daerah Priangan Timur masih belum mendominasi dari pariwisata, dinilainya karena masalah aksesibilitas. Padahal, dalam pengembangan pariwisata, aspek tersebut merupakan yang utama. “Makanya, ya minimal ini bandara harus jalanlah, di Priangan Timur itu ada direct flight, misalnya Bali – Tasik. Itu bisa menggeliatkan. Pemda tentu untuk itu harus bisa kerjasama dengan daerah lain, seperti Bali itu kan sangat potensial, dia ibaratnya penghubung arus pariwisata. Kalau ada Bali-Tasik itu akan memudahkan, ketimbang sekarang alurnya harus Bali – Bandung, atau Bali-Jogja, lanjut darat kesini itu kan sangat berat bagi wisatawan,” paparnya.
Pun masalah faktor pendukung lainnya, misal saja penginapan perlu mendapatkan perhatian serius. “Sekarang Cikatomas Geopark itu bagus, tapi kan kita wisata ke sana mau nginep dimana, minimal ya warga diberdayakan jadi homestay, kultur ini harus dibangun juga,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ferdiansyah juga memandang potensi pariwisata wilayah Priangan Timur, masih jauh dari optimal. “Padahal misalnya Tasik, ini sangat mungkin untuk menjadi final destination. Seperti bordir yang sudah terkenal, ketika kita kesana disuguhkan juga dengan proses pembuatan dan pengalaman lain, bukan produknya saja,” kata dia dijumpai di lokasi yang sama.
Ferdiansyah juga menyayangkan ditundanya kembali proses komersialisasi bandara tersebut. “Memang harus ada rencana yang isinya gambaran kepastian yang jelas, misalnya frekuensi Tasik Jakarta ini dalam sebulan. Agar memudahkan juga bagi maskapai berani buka di sini. Ini tugasnya dan komitmen pemda,” pungkasnya. (Astri Puspitasari)***