Pentas Teater Dwikultur Besok Hadir di Tasik

LINIMASA28 views
Suasana gladiresik teater The Age of Bones, penulis naskah Sandra Thibodeaux (kanan) tengah berdialog dengan Co-director Alex Galeazzi, Jum’at sore.

TASIKMALAYA, (KAPOL).-

Kota Tasikmalaya boleh berbangga sebab berkesempatan menjadi tuan rumah dari pementasan hasil projek kolaborasi teater dwikultur, Australia dan Indonesia (Teater Satu Lampung) berjudul The Age of Bones (Zaman Belulang).

Pasalnya di Indonesia sendiri, teater ini hanya ditampilkan di 3 kota, yakni Lampung, Bandung, dan Tasikmalaya. Sementara di negeri kangguru sendiri, setidaknya akan hadir di lebih dari 8 kota, beberapa diantaranya Brisbane, Darwin.

Dijumpai di sela gladiresik di Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya, Co-director Alex Galeazzi menyebutkan karya teater Zaman Belulang yang diangkat dari kisah nyata ini, sebagai bentuk harmonisasi dua negara tersebut. “Makanya mulai dari aktor, kita padukan antara aktor Australia dan aktor Indonesia. Begitu juga untuk sutradara, ada yang Indonesia, ada juga Australia. Dan juga, masalah inti yang coba diangkat di sini merupakan isu penting dari dua negara ini,” ujarnya.

Director The Age of Bones, Iswadi Pratama menambahkan pertunjukan yang awalnya dari sebuah riset ini akan memberikan kolaborasi beberapa media, yakni musik, film, wayang, dan seni peran dalam satu kesatuan. “Kita tidak bisa bilang ini hal baru, tapi setidaknya ini adalah alternatif untuk khazanah seni pertunjukan. Kawan-kawan di sini bisa melihat bagaimana kisah nyata yang begitu dekat dengan kehidupan kita dikemas secara menghibur, tapi juga tetap merangsang daya kritis,” ujarnya.

potongan adegan The Age of Bones.

Pihaknya mengharapkan dari pementasan tersebut dapat menjadi inspirasi khususnya seniman-seniman di daerah Tasikmalaya untuk bisa mentransformasikan khazanah lokal menjadi global.

“Kota Tasik ini kota bagus untuk seni, apalagi yang akan kami tampilkan di sini adalah versi terbaik karena hasil evaluasi dari pertunjukkan sebelumnya yang terus kami perbaharui rincinya,” tambah Alex. Dia mengapresiasi baik Kota Tasikmalaya yang juga memiliki gedung khusus yang mewadahi pertunjukkan bagi para seniman. “Tempatnya sangat cocok untuk pentas, apalagi fasilitas lengkap dan para kru di sini sangat membantu sehingga apa yang kita perlukan terakomodir,” katanya.

Sementara, penulis naskah Sandra Thibodeaux yang juga hadir dalam kesempatan ini menceritakan The Age of Bones sendiri menceritakan seorang bocah asal Pulau Rote NTT yang hidup dari keluarga sederhana yang satu ketika terdampar.

“Sebagian cerita memang berinti bagaimana proses mengembalikan anak tersebut, dimana di dalamnya ada tokoh Australia yang bantu, juga ada tokoh Indonesia yang bantu. Intinya yang ingin disampaikan adalah sisi humanis, pentingnya keluarga baik dari pandangan Australia juga Indonesia,” kata dia. Untuk menguatkan rasa nyata, mereka melalui proses kreatif sampai sebulan lamanya, mulai dari mempelajari kultur, musik, ramah tamah. “Kita ingin penonton bisa mendapatkan rasa yang nyata,” kata dia.

Teater ini dapat dinikmati untuk umum dan dapat disaksikan di Hari Sabtu (15/10/2016) pukul 14.00 dan 19.30 di GKKT Komplek Dadaha.  (Astri Puspitasari)***