Penyebab Banjir Sukaresik Karena Faktor Manusia dan Alam

KOTA TASIK29 views

SUKARESIK, (KAPOL).-Upaya pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy mecegah banjir dengan membangun tanggul sepanjang sekitar 3.500 meter di tepi Sungai Citanduy dan Cikidang di wilayah Kecamatan Sukareaik, Kabupaten Tasikmalaya ternyata masih menyisakan polemik.

Proyek besar itu dinilai bukan solusi tepat untuk mengatasi banjir. Pasalnya, meski sudah dibangun tanggul namun banjir masih kerap terjadi khusuanya di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, seperti yang terjadi, Jumat (23/2/2018) dini hari.

Akibat hujan yang mengguyur sejak Kamis (22/2/2018) sore, mengakibatkan dua dusun di desa tersebut digenangi banjir ratusan rumah warga pun terendam banjir.

Camat Sukaresik, Asep Suhendar mengatakan sudah sering disampaikan saat rapat bahwa pembangunan tanggul di tepi Sungai Citanduy dan Cikidang memang tidak salah. Namun pembangunan yang menghabiskan anggaran miliar rupiah itu tidak optimal mengatasi banjir. Pasalnya, pembangunan tanggul hanya mengantisipasi agar air tidak meluap dari Sungai Citanduy dan Cikidang yang menyebabkan banjir.

Padahal, banjir bukan hanya karena air meluap dari dua sungai tersebut saja. Namun banjir yang menggenangi ratusan rumah dan ratusan hektar area pertanian juga terjadi karena aliran air dari sungai kecil atau parit dan air hujan tidak bisa teralirkan ke Sungai Citanduy dan Cikidang.

Hal ini karena klep pintu air tertutup dari sungai yang airnya meninggi. Sehingga air menggenang dan baru akan terbuang jika aliran Sungai Citanduy dan Cikidang surut.

“Banjir atau genangan air bukan akibat dari luapan dari Sungai Citanduy dan Cikidang. Nnlamun karena air yang turun dari hujan dan selokan tidak mampu teraliri ke sungai. Pasalnya, permukaan air di kedua sungai dengan yang dari selokan sejajar. Sehingga menjadi genangan yang merendam ratusan rumah dan area pertanian,” ucapnya.

Harus Disodet

Dikatakan dia, dengan kejadian ini sudah beberapa kali disampaikan disaat rapat baik dengan Pemkab Tasikmalaya maupun dengan BBWS, bahwa tanggul bukan satu-aatunya solusi untuk mengatasi banjir. Karena masih ada beberapa opsi atau alternatif lain, agar genangan air tidak terus terjadi disaat curah hujan tinggi.

Alternatif lain itu diantaranya, harus dilakukan normalisasi kedua sungai yakni Citanduy dan Cikidang, sehingga aliran air lancar. Selain itu, harus ada penyodetan agar tidak terjadi pertemuan arus antara air yang mengalir dari Citanduy dan Cikidang. Terakhir, ada mesin pompa untuk menyedot air yang menggenangi pemukiman akibat air tidak mampu terbuang.

“Dengan alternatif itu, diharapkan genangan air tidak terjadi kembali. Karena jika kondisi ini terus terjadi, akan membuat masyarakat merasa resah dan cemas, serta terganggu aktifitasnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Erry Purwanto mengatakan banjir yang kerap terjadi di Desa Tanjungsari karena kondisi alam atau lingkungan sudah rusak, daerah hulu sungai juga sudah banyak mengalami perubahan fungsi. Sehingga selain hujan dengan intensitas tinggi, faktor lainnya yang mengakibatkan banjir karena kurangnya resapan air.

Untuk itu selain harus dilakukan normalisasi sungai, juga harus diperbaiki alamnya khususnya di wilayah hulu dan sepanjang pinggir sungai. Contohnya, dengan dilakukan penanaman pohon yang mampu menyerap air.

Kurang Tegas

Hal ini juga akibat dari kurangnya ketegasan pemerintah dalam mengeluarkan izin. Seharusnya, pemerintah jangan terlalu mudah mengeluarkan izin yang menyasar pada alih fungsi lahan. Karena selama ini banyak ditemukan penggunaan lahan yang melampaui daya dukung lingkungan.

Jangan sampai terjadi pembangunan yang tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air serta mengakibatkan sistem hidrologi pada DAS tidak bisa lagi berperan secara optimal.

“Perlu adanya normalisasi sungai dan pengembalian alam. Perlu adanya tata kelola lingkungan, karena terjadinya banjir sudah bisa dipastikan karena lingkungannya rusak baik di sekitar hulu maupun sepanjang sungai,” ucapnya.

Dikatakan dia, langkah penanggulangannya tidak hanya terpusat pada satu titik, contoh membuat tanggul atau merawat sungai. “Tetapi harus melihatnya secara keseluruhan, yang mesti dilakukan langkah serupa,” ungkapnya. (Ema Rohima)***