TAWANG, (KAPOL).- Puluhan mahasiswa dari berbagai daerah di wilayah Priangan Timur yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyikapi rencana aksi massa atau people power pada 22 Mei 2019 yang akan di gelar di Jakarta.
Aksi masa yang digagas sejumlah elite politik yang berafiliasi ke salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden itu dinilai berlebihan.
Pasalnya, people power dalam negara demokrasi adalah pemilihan umum (Pemilu).
Dalam diskusinya para mahasiwa dan para Ketua Cabang PMII Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Banjar, dan Ciamis tersebut sepakat menolak aksi masa tersebut.
Dikarenakan sejarah aksi masa yang melibatkan jutaan rakyat telah selesai. Sehingga sangat tidak elok lagi di era reformasi ini ada istilah people power.
“People power itu rentan dengan campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap negara RI bahkan pihak asing yang sangat ingin NKRI hancur dan bisa dikuasai. Contoh pada penggulingan Sukarno yang dibekingi Amerika, termasuk penggulingan Suharto rentan dengan campur tangan asing,” kata Ketua PMII Cabang Kota Tasikmalaya Imam Farid, Rabu (15/5/2019).
Menurutnya, prasyarat bisa terjadinya aksi masa saat era Presiden Sukarno dan Presiden Suharto itu jelas sangat terpenuhi. Salah satu contoh yaitu, jabatan presiden yang tak dibatasi.
“Nah berkaca dari era-era sebelum reformasi, Pemimpin Negara yaitu Presiden lebih dari 10 tahun menjabat dan itu rentan dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan sewenang-wenang juga akan berpotensi korup. Makanya ada kekuatan masa dalam mengadili para diktator,” katanya
Kalau sekarang, lanjut Imam, era reformasi jabatan preaiden dibatasi hanya dua periode atau 10 tahun. Itu, jelas untuk membatasi agar tidak melaksanakan roda pemerintahannya dengan sewenang-wenang.
“Jika dalam Pemilu Pilpres 2019 ini mengalami kekalahan, ya harus laoang dada dan nyalon lagi nanti di 2024. Jangan korbankan rakyat,” ujarnya.
Untuk itu, kata Imam, PMII Kota Tasikmalaya mengecam segala aksi masa yang bisa dimungkinkan pada kekacauan bangsa. Karena kami memandang bahwa people power di negara demokrasi adalah pemilu.
Hal senada juga diungkapkan Ketua PMII Kabupaten Tasikmalaya Lutpi Lutpiansyah.
Pihaknya menilai rencana aksi masa yang akan dilaksanakan 22 Mei 2019 mendatang bisa menimbulkan keresahan terhadap warga.
Hal ini bisa berdampak terhadap tidak stabilnya roda pemerintahan. Sehingga bisa berdampak terhadap menurunya kepercayaan dunia internasional terhadap Republik Indonesia.
“Maka, sebagai generasi bangsa yang lahir di era reformasi tidak akan menerima bangsa ini tumpah darah hanya gara-gara urusan pilpres. Kami sangat tidak setuju karena saluran pergantian kekuasaan sudah dilakukan dengan pemilu,” ujarnya.
Ia menegaskan, amanat reformasi saja masih ada yang belum tuntas. Dan harus menjadi perhatian semua elemen bangsa. Jangan sampai terus berlarut.
“Masih banyak amanat reformasi yang belum dituntaskan, malah ada gerakan atau mau berbuat di luar konstitusi,” katanya.
Dalam demokrasi modern, dinyatakan Lutpi, kekuasaan rakyat dijalankan oleh wakil yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu.
Sehingga sebenarnya people power atau kekuatan rakyat dalam demokrasi adalah menggunakan hak suaranya dalam pemilu untuk memilih wakilnya, seperti memilih Presiden dan wakil presiden.
“Jika tidak puas maka bisa ditempuh melalui ranah konstitusional. Toh aturan mainnya sudah jelas.Ya kalau kalah pilpres 2019 dan masih tidak puas lagi, ya nyalon lagi nanti 2024,” katanya.
Sementara Ketua PMII Kabupaten Ciamis Ropik Muhsin menegaskan bahwa gerakan mahasiswa murni gerakan hati nurani.
Mahasiswa saat ini bisa memilah dan memilih mana gerakan rakyat murni dan mana yang ditumpangi.
“Mahasiswa Ciamis, sudah cerdas sehingga tak akan tergiur dengan istilah people power yang akan berimbas pada kekacauan bangsa,” katanya.
Pihaknya akan selalu memberikan dukungan kepada siapapun yang telah menjalankan amanat Undang-undang dan melaksanakan pemerintahan sesuai dengan aturan.
“Meski aksi dijamin undang-undang. Kami menolak people power,” ujarnya.
Hak senada diungkaokan Ketua PMII Kota Banjar Irvan, mahasiswa Banjar akan selalu berada dalam garis lurus baik dalam cara pandang politik maupun dalam menggalang aksi.
Pihaknya akan tetap kritis ketika ada penyimpangan dan penyelewengan.
Pihaknya memastikan tidak akan ada mahasiswa Banjar yang ikut-ikutan aksi yang bertujuan mengacaukan pemerintahan. (Erwin RW)***