Politik Uang Masih Terjadi

POLITIKA27 views

TAWANG, (KAPOL).- Menjelang peleksanaan pemilu serentak pada 17 April 2018 mendatang ini semakin marak money politik yang dilakukan oleh kontestan politik.

Mereka berlomba-lomba mensosilisasikan dirinya dan memberikan janji sambung janji di daerah pemilihannya masing-masing.

Namun hanya sekedar sosialisasi janji-janji saja mereka merasa kurang efektif untuk menarik simpati dan perhatian masyarakat untuk memilih dirinya didalam pemilu nanti.

Menurut salah satu mahasiswa yang juga Ketua Komisariat PMII STISIP Tasikmalaya Asep Kustiana, Ketika kontestan politik tersebut mensosialisasikan dirinya kepada masyarakat, kadang dengan disertai pemberian uang dengan dalih sebagai pemberian hadiah bentuk partisipasi.  Pemberian tersebut kadang dirasa kurang cukup.

“Karena sipat manusia suka berubah ubah kapan saja, sehingga kontestan politik tersebut dapat memberikan uang kepada masyarakat pada waktu pemilihan untuk dapat memilihnya,” kata Asep, saat ditemui di Sekretariatnya, Senin (18/2/2019).

Diungkapkannya, Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Pasal 515 mengatur tentang politik uang, berbunyi setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih, supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu.

Sehingga surat suaranya tidak sah, bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak  Rp36.000.000,00 ( tiga puluh enam juta rupiah) baik di tingkat pusat, provinsi, maupun daerah.

Disini, lanjut Asep, masyarakat harus ikut andil dalam meminimalisir  masalah tersebut. Dampaknya untuk masyarakat adalah ketergantungan untuk memilih kontestan politik berdasarkan nominal uang yang diberikan oleh kontestan politik.

Bukan dari visi misi serta latar belakang para kontestan politik. Sehingga kedepannya kontestan politik yang menang bisa berpotensi melakukan tindakan korupsi untuk mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

Dikatakannya, Perilaku yang matrealistis dimasyarakat akibat money politik dalam memilih kontestan politik bukan karena kehendak hatinya atau idealismenya tetapi pada nominal uang yang diberikan oleh kontestan politik tersebut.

“Kadang masyarakat gampang ikit-ikutan karena lingkunagnnya. Jika seperti ini masyarakat tidak memiliki jati diri dan masyarakat mudah dikendalikan. Maka kita tinggal lihat saja siapa yang mengendalikannya,” ujarnya.

Penyelenggara pemilupun, kata Asep, tidak dapat mencegah yang namanya money politik. Sangat disayangkan sekali seakan ini sudah menjadi rahasia umum, sungguh sangat mencoreng nilai demokrasi.

“Money politik sangat berdampak kepada perilaku masyarakat yang apatis, masyarakat disini harus tau bahwa kecurangan politik dapat memberi dampak yang signifikan bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,” ujarnya. (Erwin RW)