CIHIDEUNG, (KAPOL).- Maraknya isu teror dan simpangsiurnya informasi di media sosial terkait ancaman penganiayaan hingga pembunuhan terhadap ulama, menjadikan kekhawatiran para ulama di Tasikmalaya.
Salah satunya kejadian kekerasan yang menjadi korban seorang ulama meski kejadian itu di luar Kota Tasikmalaya.
Menyikapi hal tersebut ratusan alim ulama, ustadz, santri dan tokoh agama berkumpul membahasa segala bentuk kekerasan yang ditujukan terhadap ulama dan Ponpes.
Kapolsek Cihideung, Kompol Setiyana menginisiasi dengan menggelar silaturahmi Kamtibmas dengan Forum Ponpes se-Kota Tasikmalaya, Jumat (9/2/2018).
Riungan tersebut membahas terkait dengan beberapa kejadian yang mengarah kepada tindak kekerasan terhadap para tokoh agama. Salah satunya yakni kasus penganiayaan yang menjadi korban adalah salah satunya ustad. Motif pelaku menyebar teror kekerasan terhadap ulama menjadi kegelisahan apalagi Tasikmalaya merupakan Kota Santri.
Dikatakannya, kegitan ini bertujuan agar para ustad, alim-ulama dan santri di Ponpes dan tempat lain bisa beribadah dengan tenang dan nyaman. Selain itu, antisipasi segala bentuk yang mengarah kepada tindak melawan hukum.
Sementara silaturahmi itu dihadiri Unsur terkait diantaranya, Kabag Kesra Pemkot Tasikmalaya, Waka Polres Kompol Mujianto, Kabag Kesra Pemkot, Kasi Intel Kodim, Ketua MUI Kecamatan se-Kota Tasikmalaya, Ketua Ponpes se-Kota Tasikmalaya serta alim-ulama.
“Sampai saat ini situasi wilayah hukum Polres Tasikmalaya Kota tetap aman dan terkendali, tidak ada peristiwa yang perlu dikhawatirkan khususnya terkait kekerasan terhadap ustadz atau ulama,” katanya.
Sementara Pemerhati Sosial Asep M Tamam menyebutkan, peristiwa teror terhadap ulama tersebut belum bisa dikatagorikan marak.
Mungkin warga dan para santri menunjukan rasa cintanya terhadap simbol keilmuan dan keislaman di antaranya adalah ulama dengan menyikapi kejadian teror itu. Sudah seharusnya ulama dijaga oleh masyarakat, umat dan para santri sebagaimana cinta mereka terhadap ilmu dan agama.
“Saya pikir reaksi atau ekspresi berlebihan dalam rangka menjaga ulama tidak harus over protektif. Memang itu Ekspresi yang disampaikan masayarak, santri sebenarnya untuk melindungi para ulamanya,” katanya.
Sementara terkait tentang merazia orang yang menderita kejiwaan, itu seharusnya dilakukan oleh pemerintah terutama dinas sosial. Mau tidak mau penomena sosial tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya.
“Ketika kepolisian melakukan razia, Langkah ini telah dikalkulasi, dilakukan dalam upaya untuk mengidentifikasi mana orang yang menderita kejiwaan yang memilik potensi melakukan kekerasan-kekerasan terhadap masyarakat,” ujarnya.
Diungkapkannya, perlu langkah dari kepolisian yang harus dilakukan untuk tetap menjaga kondusifitas. Kewajiban mengayomi dan dekat dengan masyarakat sebab wacana yang hari ini berkembang cukup memberikan rasa takut meskipun terjadi di beberapa tempat itu bukan di Kota Tasikmalaya. Tetapi kemarin di Paseh ada kecurigaan yang terjadi yang tidak diharapkan. (Erwin RW)***