BANJAR, (KAPOL).- Kader dan Relawan Peduli HIV/AIDS Yayasan “Mata Hati” Jabar yang berniat melakukan Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau Pemeriksaan HIV/AIDS ke masyarakat di Kota Banjar seringkali mengalami kendala.
Ironis, ada suatu daerah dan perusahaan yang secara terang-terangan menolak kehadiran petugas VCT tersebut.
“Kami sempat dituduh mau minta sumbangan ibarat pengemis. Saat itu, uangnya oleh saya tolak. Karena, niat kami adalah mau melakukan VCT, “ujar seorang kader peduli HIV/AIDS, Suryati (42) di Sekertariat LSM Matahati, Jumat (6/10/2017).
Selain permasalahan itu, dikatakan dia, dirinya sering dipingpong jika masuk suatu perusahaan dengan aneka alasan. Misal, harus lapor kantor pusat di Tasik, Bandung, Jakarta dan kota besar lainnya.
“Niat tulus ingin mendeteksi penderita HIV/AIDS supaya tak menyebar luas, melalui proses VCT itu, banyak tak direspon positif. Diantara pemicu utamanya karena belum ada payung hukum. Baik, Perwal maupun Perda tentang Penanggulangan HIV/AIDS,” ujar Suryati.
Hal senada dikatakan Kader Wanita Pekerja Seks, Erika (35) dan Nur (43).
Menurutnya, payung hukum Penanggulangan HIV/AIDS penting adanya.
“Penolakan VCT, sempat ada dan dilakukan pemerintah desa dan sekolah. Padahal, saat proses VCT itu digratiskan. Jika bayar pribadi ke lab, memeriksa HIV/AIDS bisa mencapai sekitar Rp 200 ribuan,”ujar Erika.
Dijelaskan dia, Orang Hidup dengan AIDS (ODHA) tak mengenal usia sekarang. Terbukti, diantara ODHA Banjar ada yang berusia 14 tahun dan 73 tahun.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Kota Tasikmalaya sudah memiliki aturan tentang Penanggulangan HIV/AIDS.
Ironisnya, sampai Banjar berusia 14 tahun Kota Banjar ini, dinilai masih belum mampu menerbitkan ketentuan itu, seperti di Kota Tasikmalaya itu.
“Proses pengajuan Raperda tentang Penanggulangan HIV/AIDS sudah dilakukannya sekitar tahun 2015. Anehnya, setelah lama menunggu itu tak pernah dibahas DPRD Kota Banjar atau ditindaklanjutinya sampai sekarang ini,” ujar Nur. (D.Iwan)***