Pekerja sedang menyelesaikan pembangunan rumah tampak. Untuk merelokasi korban banjir bandang Pemkab Garut butuh 1.303 rumah tapak.***
TARKI, (KAPOL).- Pemerintah Kabupaten Garut memerlukan sedikitnya 1.303 unit rumah tapak untuk relokasi para korban banjir bandang Sungai Cimanuk.
Dari jumlah sebanyak itu, saat ini yang sudah disanggupi dibangun baru ada 439 unit.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman, menyebutkan dengan 1.303 unit rumah tapak itu, Pemkab Garut bukan hanya bisa memenuhi kebutuhan rumah para pengungsi banjir bandang yang rumahnya hancur dan kini ditampung di sejumlah tempat pengungsian.
Lebih dari itu, pemkab juga bisa merelokasi warga yang tinggal di bantaran Sungai Cimanuk yang masuk kawasan berbahaya.
“Kebutuhan (rumah tapak) totalnya mencapai 1.303 unit. Namun yang saat ini kita prioritaskan dulu adalah 874 unit yaitu untuk mereka yang saat ini tinggal di tempat pengungsian atau huntara (hunian sementara),” ujar Helmi saat ditemui di rumah dinasnya, Selasa (30/5/2017).
Dikatakannya, dari 874 unit yang dibutuhkan secara priortas itu, berdasarkan hasil komunikasi dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah maupun swasta, saat ini sudah ada 439 unit yang sudah disanggupi dibangun.
Sebagain di antaranya kini sudah hampir rampung dibangun bahkan ada pula yang sudah siap dihuni.
Namun secara hitung-hitungan angka, tutur Helmi, sebenarnya jumlah kebutuhan 874 unit rumah tapak itu kini sudah terpenuhi.
Hanya saja realisasi pembangunannya dilakukan secara bertahap sehingga yang sudah masuk proses pembangunan baru ada 439 unit.
Helmi berharap pembangunan rumah tapak untuk para pengungsi itu bisa secepatnya selesai. Karena menurutnya, ketika para pengungsi sudah menempati rumah tapak dan meninggalkan tempat penampungan, secara otomatis mengurangi beban pemkab.
Karena selama masih tinggal di pengungsian atau huntara, tambahnya, mereka masih tetap menjadi tanggung jawab pemkab.
“Kalau kami tentunya menginginkan agar secepatnya pembangunan rumah tapak selesai dan ditempati para korban banjir. Soalnya kalau mereka terus-terusan tinggal di penampungan, itu jadi beban pemerintah. Makanya makin cepat pembangunan rumah tapak selesai, maka semakin baik,” katanya.
Warga yang mendapatkan prioritas selanjutnya untuk dipindahkan karena tinggal di wilayah zona berbahaya, tutur Helmi, di antaranya yang tinggal di daerah Cimacan, Paminggir, Pakuwon, dan Lapang Paris. Namun diakuinya, hingga saat ini zonasinya belum turun dari BBWS sehingga masih belum ada kepastian.
Warga yang menjadi prioritas kedua untuk dipindahkan setelah para pengungsi yang rumahnya rusak, tandas Helmi, sebelumnya juga terdampak saat terjadi banjir bandang akibat luapan Sungai Cimanuk. Meski rumah mereka tidak mengalami kerusakan berat atau hanyut, akan tetapi mereka juga rawan karena tak bisa dijamin apakah bencana serupa akan terjadi lagi atau tidak ke depannya.
Lebih jauh Helmi menambahkan, terkait teknis pembagian rumah tapak untuk menghindari masalah, pemerintah sudah memperhitungkan segala kendalanya. Pihaknya telah belajar dari bencana Aceh saat akan membagikan rumah bagi korban bencana.
“Sejak awal pemda sudah susun rencana agar bisa meminimalisir persoalan. Ada prioritas pengelompokan misal warga di Cimacan tempatnya di mana. Nanti akan dikocok dan dihadiri saksi dari pengadilan,” ucapnya.
Masih menurut Helmi, kebutuhan lahan untuk kekurangan rumah tapak seluas 11 hektare. Saat ini pihaknya tengah memproses pembelian lahan seluas 3 hektare. Sebanyak 2 hektare lahan akan dibangun 100 rumah yang merupakan bantuan dari Qatar Charity.
“Jadi nanti sisa rumah tapak yang belum dibangun akan ditempatkan di sana. Kami sedang beli lahan kawasan Ciroyom, Tarogong Kaler. Dari 11 hektare itu juga ada bantuan rumah dari BNPB,” kata Helmi.
Diungkapkannya, sejumlah rumah yang kini dalam proses pembangunan diprediksi bisa ditempati pada bulan Desember. Rumah susun pun kini sedang dalam proses dan akan selesai di bulan Desember. Pembelian lahan sendiri Pemkab Garut akan menyiapkan dana sebesar Rp 16 miliar untuk 11 hektare.(Aep Hendy S)***