BANDUNG, (KAPOL).- Meski Ridwan Kamil unggul dalam survei, Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira punya pandangan tersendiri yang kata dia bahwa pertarungan masih sangat terbuka karena tidak ada calon yang dominan di parpol.
“Ya diakui tingkat popularitas dan elektabilitas semua di atas rata-rata. Modal awalnya sudah bagus namun bukan segala-galanya karena kalau melihat soal tuntutan masyarakat Jabar belum ada figur yang mengarah bisa menjamin tersedianya lapangan kerja,” kata Pareira menanggapi survei tersebut di Savoy Homan Hotel Bandung, Kamis (23/3/2017).
Menurut Pareira yang selepas acara didampingi saudaranya Kepler Sianturi yang juga Sekretaris DPC PDIP Kota Tasikmalaya senantiasa berkaca pada pengalaman Pilgub Jabar 2013. Dua petahana Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf persis seperti yang disurvei selalu unggul.
Akan tetapi dengan kerja mesin politik PDIP, Rike-Teten hanya terpaut tipis dengan Aher-Dedi Mizwar yang padahal persiapannya tidak terlalu lama.
“Nah di Pilgub sekarang kami PDI Perjuangan akan cepat karena peta hari ini kosong tanpa inkamben. Dan ia kerap berkomunikasi dengan Kang Emil maupun Dedi. Tapi soal siapa yang akan kami usung nanti lewat penjaringan,” ujarnya.
Sekjend DPP PKB, Abdul Kadir Karding menilai sosok RK begitu menarik karena belum bergerak saja sudah unggul. RK mampu mengkapitalisasi dirinya lewat media sosial sehingga hanya dengan memanfaatkan medsos sudah unggul dibanding calon yang telah terjun ke daerah-daerah.
“Menariknya Kang Emil itu. Tapi kami belum memperhitungkan seandainya parpol yang ada mengusung calon sendiri. Seperti kami PKB yang di Pilgub Jabar menargetkan kader PKB harus jadi wakil siapapun Gubernurnya,” ucap Karding.
Karding juga mengingatkan elektabilitas Ahok yang diawal sama sekali sudah tak bisa dikalahkan. Namun dengan kerja politik sekarang, Ahok besar kemungkinan bisa dikalahkan.
“Jadi parpol juga penentu meski di Pilgub sebelumnya peran partai seolah tidak ada karena lebih besar magnet figur. Maka kalau Kang Emil mau diusung partai yang tingkat elektabilitasnya tinggi maka berpeluang besar. Tapi wakilny harus dari PKB kalau ingin diusung PKB,” ucapnya.
Pengamatan Karding, Jabar itu masyarakat religi. Isu keagamaan seperti di Jakarta bisa bermunculan yang memengaruhi pemilih. Namun semua tak mengharapkan demikian karena Pilgub Jabar harus beradab meski politik itu pragmatis dalam kekuasaan.
“Maka ambillah cawagub dari PKB karena jelas PKB sebagai anak politik NU bervisikan rahmatan lil alamin. Nasionalisme dan Agama akan saling melengkapi dan tak bisa dipisahkan,” tuturnya.
Ketua Bappilu Partai Golkar Wilayah Jabar, Banten dan DKI, Agun Gunanjar Sudarsa mengapresiasi survei ini. Meskipun merasa miris karena paradigma pemilih lebih dipengaruhi media bukan lagi kualitas.
Dan Partai Golkar belum memutuskan siapa calon yang akan diusung, termasuk belum menetukan koalisi dan belum menentukan harus berpasangan dengan siapa.
“Misal RK kalau ngambil wakil dari PKB, maka kami pasti berhadapan. Karena Golkar bisa saja mengusung calon di luar Dedi Mulyadi meski prioritas utama memang ke Dedi,” ujarnya.
Golkar pun percaya diri mengusung cagub sendiri karena 17 kursi tinggal menambah tiga kursi sehingga pas sesuai ketentuan mengusung calon.
“Kalau soal isu agama yang meski Jabar daerah religi, saya yakin tak akan berdampak karena Jabar base on nasionalisme. Maka dari pemilu ke pemilu pemenangnya parpol nasionalis. Dan Pilgub Jabar ini akan jadi contoh pilgub yang demokratis, egaliter serta beradab,” tutur Agun. (Jani Noor)***