Si “Kuik” Lokomotif Bersejarah di Sumedang

BUDAYA177 views

SUMEDANG, (KAPOL).-Dalam perjalanannya, jalur kereta api Rancaekek – Tanjungsari, dilanjutkan menuju arah Sumedang dan pembangunannya baru mencapai wilayah Citali atau sekitar 3,3 Km dari Stasiun Tanjungsari.

“Jalur Tanjungsari – Citali, dibangun lengkap dengan rel dan jembatan yang sampai sekarang belumpernah dioperasikan,” tutur Joni Martinus, Manajer Humas Daops II, PT KAI Bandung, kepada Kabar PrianganOnline (KAPOL).

Frekuensi perjalanan KA jalur Rancaekek – Tanjungsari dan sebaliknya, ujar dia menambahkan, sebanyak lima kali dalam sehari.

“Dari Stasiun Rancaekek, perjalanan pertama KA pukul 06.00 Wib dan terakhir pukul 16.20 Wib,” katanya.

Sedangkan dari arah Tanjungsari, kata dia, perjalanan pertama pukul 05.22 Wib dan terakhir pukul 15.40 Wib.

Waktu tempuh perjalanan Rancaekek – Tanjungsari, kata dia, sekira 37 menit dan sebaliknya 30 menit.

Kereta api yang beroperasi pada saat itu, kata dia, kelas2 dan kelas 3 dan KA berhenti berjadwal di stasiun Cikeruh dan berhenti tak terjadwal di stasiun halte Bojongloa dan berhenti atas permintaan di Halte Cileles Jatinangor.

Lokomotif yang dipakai jenis uap yang tergolong kecil dari jenis lokomotif C-10 dan C-11. jumlah gerbong menurut referensi poto yang dimiliki PT KAI sekarang, tak lebih dari 4 gerbong.

“Pada saat masih beroperasi lokomotif itu, masyarakat menyebutnya “Si Kuik” dengan alasan suaranya menyerupai bunyi seruling,” katanya.

Ia mengatakan, pembangunan jalur KA Tanjungsari – Citali terhenti akibat krisis ekonomi dunia dan melanda Belanda pada 1929.

Dan, sejak krisis pun tak ada lagi pembangunan jalur KA dan terhentinya pembangunan jalur Tanjungsari – Citali membuat tak terwujudnya rencana induk pembangunan sampai Cirebon.

Kemudian, kata dia, pada era pemerintahan Jepang, material bahan pembangunan jalur KA baru menggunakan material lama di jalur yang dianggap tak produktif.

“Jalur Rancaekek – Tanjungsari, salah satu jalur yang dibongkar oleh Jepang pada 1942 dan materialnya dibangunkan di jalur Banten,” katanya.

Jalur KA Rancaekek – Tanjungsari, kata dia, proses pembangunannya selama 5 tahun (1916 – 1921), dengan panjang 11,2 Km . “Jembatan terkenal disana yakni jembatan cingcin atau jembatan Cikuda dan jembatan kedua yakni jembatan Cigondok,” katanya.

Konstruksi kedua jembatan Cingsin, kata dia, jembatan batu dengan busur lengkung dan memanjang dengan enam busur besar. Sementara, kata dia, konstruksi jembatan Cigondok tampak terbentang lurus dengan tiga busur besar.

“Selain dibangun konstruksi jembatan baru, jalur Rancaekek – Tanjungsari – Citali tersebut dibangun juga struktur jembatan baja. Diantaranya, dibangun di Bojongloa (Rancaekek) dan ruas antara Tanjungsari – Citali,” ujarnya. (Azis Abdullah)***