TASIKMALAYA, (KAPOL).-
Proses kegiatan belajar yang kaku di sekolah dengan hanya terbatas meja dan dinding, adalah satu yang terus coba diretas oleh SMP Negeri 15 Kota Tasikmalaya. Tepatnya sejak setahun lalu, sekolah yang berlokasi di Tamansari ini, rajin memanfaatkan lahan kosong menjadi ruang belajar terbuka.
Menurut Kepala SMP Negeri 15 Kota Tasikmalaya Affi Endah Navilah, langkah tersebut sebagai upaya pihaknya untuk menciptakan kondisi sekolah yang menyenangkan bagi peserta didik yang berjumlah sekitar 650an itu.
“Karena ya kita tidak dapat pungkiri juga, masih ada sebuah stigma kalau sekolah itu tempat yang menyeramkan, tidak menyenangkan, dan rasanya ingin cepat-cepat pulang saja. Sehingga, sekolah hari ini harus bisa lebih didesain seperti mereka pergi ke rumahnya, menyenangkan, nyaman, dan membuat mereka ingin kembali lagi,” papar dia dijumpai seusai rapat orangtua, Kamis (14/7/2016) kemarin.
Maka itu, Affi selalu menganjurkan para guru di sekolah yang menyandang gelar adiwiyata ini untuk dapat memanfaatkan fasilitas sekolah yang ada semaksimal mungkin, dalam menggelar pembelajaraan. Misalnya saja, di taman sekolah yang rindang dengan konsep dudukan dari pohon, atau juga ruang baca terbuka di beberapa titik, hingga perpustakaan.
Pihaknya optimistis dengan suasana dan kondisi yang menyenangkan tersebut, siswa bisa lebih semangat dan efektif dalam menangkap pelajaran. “Terlebih di beberapa mata pelajaran, seperti PLH, IPA, Seni, Bahasa, konsep belajar di luar ini akan sangat membantu siswa mengintegrasikan antara teori dengan contoh nyata sehari-hari,” tambah dia.
Di tahun akademik esok pun, program sekolah menjadi sekolah berbudaya literasi ini dinyatakan kesiapan pihaknya. Affi menilai, literasi adalah gerbang dari semua pengetahuan yang harus dikantongi siswa. “Makanya korelasi antara pendidikan dan literasi ini begitu bersinggungan, dan tidak dapat dihempaskan. Sebelum program pemerintah mencanangkan, kami sudah jauh hari merintis ini, dengan penyedian ruang baca terbuka, misalnya, sehingga ya sekarang ini gayung bersambut,” kata dia.
Hanya saja memang jumlah buku yang terbatas menjadi salah satu kendala. Meski demikian, cara sekolah ini menumbuhkan semangat literasi dengan menyediakan jenis buku yang sesuai minat dan diinginkan siswa. “Tidak selamanya harus berisi pelajaran saja, kami ingin ciptakan dulu minatnya membaca, karena kalau sudah tumbuh itu, mereka akan lapar baca,” ujarnya. Guru pun diarahkan untuk mengoptimalkan perpustakaan sebagai sarana belajar terhadap siswa. Bahkan, ke depan, menurut Affi tidak menutup kemungkinan akan diadakan penghargaan untuk memacu literasi siswa ini. “Kalau di kami, sebelumnya ada Putri Adiwiyata, kenapa tidak nanti ada Miss Library, seperti itu, sebagai apresiasi kepada mereka,” tutupnya. (Astri Puspitasari)***