TARKI, (KAPOL).- Studi banding ke Bali yang selama ini sering dilakukan bupati dan sejumlah pejabat di Kabupaten Garut, kembali mendapat sorotan.
Kegiatan ini dinilai kurang efektif dan lebih kepada penghamburan biaya sehingga lebih tepat disebit pelesiran.
Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Garut, Sony MS, mengatakan studi banding ke Bali yang selama ini sering dilakukan pejabat Garut termasuk bupati kurang efektif dilakukan. Apalagi studi banding dilakukan dengan diikuti begitu banyak pejabat sehingga menimbulkan kesan kurang baik.
“Tiap studi banding ke Bali, pasti bupati membawa serta para pejabat. Tidak hanya setingkat kepala dinas, belum lama ini seluruh camat dan kepala UPT Pendidikan pun diboyong ke Badung Bali dengan dalih studi banding. Ini tentu sangat kita sesalkan,” komentar Sony, Minggu (28/5/2017).
Menurut Sony, kalaupun ingin mengadopsi sistem pemerintahan di Badung Bali yang dinilai lebih bagus, Pemkab Garut bisa memanfaatkan teknologi yang saat ini sudah begitu canggih. Tidak perlu seluruh pejabat diwajibkan untuk datang langsung ke Badung yang tentunya harus mengeluarkan biaya tak sedikit.
“Studi banding itu untuk pertukaran informasi. Saya kira semua sistem dan data sudah ada di online. Jadi untuk apa pergi ke Badung,” ujar Sony.
Sikap bupati yang selalu mewajibkan jajarannya termasuk para camat dan kepala UPT Pendidikan untuk ikut ke Bali, dinilai Sony sangat memberatkan. Apalagi mereka diharuskan membayar dengan uang pribadi dengan jumlah yang lumayan besar pula.
Wajar kalaupun pada akhirnya tak sedikit camat atau kepala UPT yang merasa keberatan akan tetapi tak kuasa menolak karena ada ancaman.
“Pernyataan bupati yang menyebutkan biaya keberangkatan ke Bali berasal dari patungan juga harus dipertanyakan. Katanya ini keperluan dinas tapi mereka harus keluarkan ongkos sendiri. Ini artinya kepergian mereka ke Bali bukan urusan dinas tapi urusan pribadi,” katanya.
Hal ini, tambah Sony, jelas melanggar kedinasan. Apalagi mereka juga berangkat pada saat jam kerja. Apakah bupati benar-benar tidak faham dengan hal ini atau pura-pura tak faham, ini juga harus dipertanyakan.
Menurut Sony, studi banding pendidikan yang diikuti para kepala UPT Pendidikan ke Badung tak jelas arahnya. Badung merupakan daerah dengan APBD yang besar, sedangkan Garut masih terbatas anggarannya.
Tujuan studi banding juga harus jelas jangan hanya sebatas wacana dan ujungnya tak memberikan dampak bagi pendidikan di Garut.
Ketimbang studi banding ke tempat yang jauh dengan biaya yang mahal, tutur Sony, lebih baik bupati duduk bersama dengan para pelaku pendidikan dan masyarakat peduli pendidikan. Dengan cara demikian diharapkan bisa diketahui arah pendidikan Kabupaten Garut.
“Bukannya berarti harus ramai-ramai berangkat ke Badung. Ini salah kaprah karena belum tentu bisa memperbaiki sistem pendidikan di kita ini,” ucap Sony.
Masih menurut Sony, kalaupun studi banding harus dilakukan, bupati atau Disdik seharusnya mencari daerah yang topografi dan kondisi anggarannya mendekati Garut.
Jangan beralasan jika Badung memiliki pendidikan yang paling baik. Wajar saja di Badung pendidikannya paling baik karena memiliki anggaran yang besar.
“Apakah tidak dipikirkan kalau kultur, rentang kendali, jumlah peserta didik, serta kemampuan APBD Garut dengan Badung sangat beda? Sebenarnya apa yang mau diserap di sana?,” katanya.(Aep Hendy S)***