SUMEDANG, (KAPOL).- Surat Edaran (SE) Komisi Pemilihan Umum Nomor 643/PP.05.3-SD/01/KPU/X/2017 perihal penjelasan anggota PPK dan PPS serta KPPS belum pernah menjabat dua kali, menuai polemik.
Pasalnya, surat edaran KPU tersebut dinilai lebih dominan jika dibandingkan dengan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2016, tentang program, jadwal dan tahapan Pilkada 2017.
Menurut hukum tata negara, susunan peraturan tertinggi itu diantaranya UU, PKPU yang kemudian surat edaran.
Sehingga surat edaran KPU Nomor 643 yang isinya penjelasan anggota PPK, PPS dan KPPS belum menjabat dua kali itu, dianggap mematahkan Peraturan KPU dan menuai pro dan kontra.
Disampaikan, Sekertaris Perkumpulan Aktivis Gerakan Djatinangor (Pagerdjati), Agus Bustanul Aripin, kepada Kabar Priangan Online (KAPOL), Selasa (7/11/2017).
“Fakta yang terjadi, masih ditemukan PPK, PPS termasuk KPPS yang sebelumnya atau 2013 pernah menjabat. Mereka, kini kembali menjabat untuk periode sekarang,” ucapnya, kepada Kabar Priangan Online (KAPOL), Selasa (7/11/2017) di Pamulihan.
Hal itu, kata dia, tentu saja menjadi polemik dan menuai kecemburuan sosial di masyarakat.
“Sejauh mana penyelenggaraannya dilakukan?, apakah hasil ujian tertulis, administrasi atau pada saat tahapan wawancara bagi calon PPK?,” katanya.
Bagaimana juga, kata dia, dengan rekrutmen PPS yang berawal atas usulan kepala desa atau lurah?.
Jangan sampai, ujar dia, ada tumpang tindih yang berujung tujuan kerja penyelengaraan demokrasi, menjadi tak sesuai.
Diharapkan, kata dia, segala sesuatunya sesuai mekanisme tahapan-tahapan Pemilu.
Secara khusus, terjadi juga masalah dalam tahapan rekutmen di tingkat desa atau Pengawas Pemilu Lapangan (P2L).
Idealnya, pembentukan pengawas itu, dilakukan lebih awal, sebelum terbentuknya penyelenggaraan Pemilu.
Berkaca dari itu, ujar dia menambahkan, tampak seolah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), kalah langkah oleh Komisi Pemilihan umum (KPU).
“Bahkan, Panwaslu Kabupaten pun akhirnya tak bisa mengawasi proses rekrutmen Panitia Pemungutan Suara (PPS). Hal itu, jika bicara kewenangan maka harus ada surat tugas dari kabupaten ke Panwaslu kecamatan yang juga ada pendelegasian,” ucapnya.
Ketua Apdesi Sukasari, Setiawan Saputra menilai rekrutmen PPS itu minim sosialisasi.
“Dampaknya jelas, kami kurang faham soal itu. Kaget saja “ujug-ujug” sudah ada calon angggota PPS yang kredibilitasnya pun dipertanyakan,” ujarnya.
Sementara, Komisioner KPU, Kadiv Umum, Keuangan, dan Logistik, Usman Ruhiat mengatakan, PPK dan PPS yang berjalan sekarang itu, sudah dianggap syah.
Selanjutnya, menurut dia, terkait rekrutmen PPS yang dakukan lebih awal ketimbang rekrutmen P2L, itu disebutnya mengacu pada tahapan.
“KPU dan Panwaslu, sama-sama penyelenggara Pemilu, namun memiliki tahapan-tahapan yang berbeda,” ujarnya.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kab. Sumedang, Dadang Priatna mengaku sedang fokus membahas Surat Edaran (SE) Komisi Pemilihan umum (KPU) itu.
“Kita membahas tentang pengertian periodisasi bagi PPK dan PPS, yang sepertinya bertentangan dengan Peraturan KPU,” ujarnya.
Berkaca dari itu, Dadang membenarkan bahwa seolah surat edaran KPU itu mematahkan Peraturan KPU.
“Terkait pembentukan P2L, kita masih menunggu arahan dari Bawaslu Provinsi Jawa Barat,” ujarnya. (Azis Abdullah)***