PURWAKARTA, (KAPOL).- EK (16) warga Desa Cibogo Girang RT 01/01, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta tergiur iming-iming gaji sebesar Rp3 Juta per bulan untuk bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga di Kota Bandung Jawa Barat.
Berdasarkan keterangannya, Ia yang beserta lima orang teman lainnya berhasil digiring oleh tetangga mereka, Aan (47), kemudian mengikuti training selama dua minggu dengan janji akan segera ditempatkan sebagai Asisten Rumah Tangga di kawasan Ibu Kota Provinsi tersebut.
Belakangan, janji tersebut tidak terbukti. Ia dan temannya malah dipekerjakan sebagai Terapist di sebuah Salon dan Spa yang terletak di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bandung.
Salon dan Spa itu dilauching pada 23 Januari 2017 lalu, sementara EK dan lima orang lainnya diketahui mulai bekerja sejak 3 Januari 2017.
“Kadang tamunya itu ngajak keluar, minta ini itu, istilahnya plus-plus, tapi selalu saya tolak secara halus,” kata EK, Rabu (29/3/2017) di Purwakarta.
Gaji sebesar Rp 3 Juta pun tidak pernah diterima. Karena sistem penggajian ternyata dihitung berdasarkan jumlah tamu yang menikmati jasa terapi pijat dan lulur yang dilakukan oleh masing-masing terapist.
“Januari cuma dapat Rp 600 ribu, bulan Februari dapat Rp 1,6 Juta tapi saya hanya menerima Rp 860 ribu saja, karena dipotong untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk di sana, umur saya pun ditulis menjadi 19 Tahun dan beralamat di Kota Bandung. Ada potongan rutin juga untuk biaya mess dan tabungan sampai habis batas kontrak,” ujarnya.
Seluruh terapist yang bekerja di Salon dan Spa tersebut diketahui berganti nama, EK misalnya, berganti nama menjadi Rara. Lima orang teman EK, S berganti nama menjadi Bela, Y berganti nama menjadi Annisa, I berganti nama menjadi Lusi, I berganti nama menjadi Novi. Sementara W berganti nama menjadi Nova.
Merasa tidak betah bekerja, EK kemudian menelepon Ibunya, Eutik (46). Kemudian Eutik kaget dan khawatir akan pekerjaan yang tengah dijalani oleh anaknya tersebut. Apalagi jam kerja yang tidak wajar yakni dari Jam 11.00 siang sampai Jam 01.00 wib dini hari hanya untuk melayani jasa pijat dan lulur para pelanggan.
Tak ingin keresahan anaknya berlarut-larut, Eutik mendesak Aan segera memulangkan EK ke Plered Purwakarta. Karena terikat perjanjian dalam kontrak, Aan terpaksa berbohong kepada pihak Salon dan Spa bahwa orang tua EK sedang sakit keras dan harus dijenguk sesegera mungkin.
“Diberi izin tiga hari sampai hari Kamis besok, tapi kalau sudah ada di rumah begini saya tidak akan mengizinkan anak saya kembali ke tempat itu. Karena pekerjaannya bertentangan dengan nilai Agama,” ucap Eutik.
Kekhawatiran lain menyelimuti Eutik. Dalam salah satu klausul perjanjian kontrak kerja disebutkan bahwa EK harus membayar ganti rugi sebesar Rp 20 Juta jika tidak menyelesaikan kontrak kerja yang sebelumnya sudah ditandatangani.
Mengetahui ada warganya seperti itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi akan membayarkan uang sebesar Rp 20 Juta kepada pihak Salon dan Spa di Bandung tersebut.
Namun akan dipelajari dulu klausul per klausul dalam kontrak kerja dimaksud karena EK belum genap berusia 17 Tahun dan belum berhak menandatangani sebuah perjanjian kerja.
“Harusnya wali atau kuasanya yang menandatangani karena dia belum genap 17 Tahun. Tadi juga sempat dia sampaikan sudah mendapatkan KTP di sana, saya lihat masih KTP Konvensional. Untuk mengawal kasus ini , saya akan bertindak sebagai Kuasa EK,” kata Dedi menegaskan.
Dedi pun sudah meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk melaporkan Aan, wanita yang sebelumnya mengimingi pekerjaan tersebut kepada Polda Jawa Barat. (Jani Noor)***