GARUT, (KAPOL).- Masih rendahnya tingkat kesadaran pengusaha hotel, restoran, dan tempat hiburan di Garut untuk menyetorkan pajak dari konsumen, menyebabkan pendapatan PAD dari sektor pajak masih rendah.
Pemkab Garut melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), terus berupaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak hotel dan restoran.
Kepala Bapenda Garut, Eko Basuki, mengakui saat ini pendapatan dari sektor pajak hotel, restoran, dan tempat hiburan di Kabupaten masih terbilang minim.
Masih rendahnya tingkat kesadaran para pengusaha hotel, restoran, dan tempat hiburan menjadi penyebab utama minimnya pendapatan dari sektor pajak.
“Masih banyak terdapat selisih antara pajak yang seharusnya disetorkan dengan yang benar-benar disetorkan ke Bapenda. Padahal kita juga punya catatan tersendiri terkait jumlah pajak yang harusnya disetorkan oleh pengusaha tersebut,” ujar Eko, Jumat (10/11/2017).
Masih rendahnya kesadaran para pengusaha untuk menyetorkan pajak konsumen ke pemerintah, menurut Eko sangat disesalkan. Apalagi uang yang harusnya disetorkan itu sama sekali tidak diambil dari keuntungan yang mereka dapatkan tapi pajak yang dikenakan langsung pada konsumen.
Dengan kata lain, uang pajak yang harus dietorkan itu merupakan titipan dari konsumen.
Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak hotel, restoran dan tempat hiburan, diakui Eko, pihaknya terus melakukan berbagai terobosan.
Salah satunya yang sudah dilaksanakan adalah dengan cara pemasangan taping box. Namun karena keterbatasan anggaran, saat ini baru ada 25 taping box yang bisa terpasang.
“Jumlah wajib pajak berdasarkan hasil pendataan sebenarnya cukup banyak. Ada 85 hotel, 237 restoran, 28 tempat hiburan, dan 17 tempat parkir. Namun saat ini taping box yang sudah terpasang baru bisa di 25 tempat saja,” katanya.
Pemasangan taping box tersebut menurut Eko memang sangat besar manfaatnya. Karena bisa meminimalisir tingkat kesalahan dalam penyetoran pajak.
Namun demikian, saat ini masih ada saja selisih pajak disetorkan kepada Bapenda dari yang seharusnya.
Namun tingkat kesalahan atau selisih yang terjadi antara nilai pajak yang disetorkan dengan yang seharusnya, diakui Eko tak begitu jauh dibandingkan yang belum dipasangi taping box.
Di tempat yang sudah dipasangi taping box, selisih yang didapat bisa mencapai 50 persen.
“Misal harusnya setor Rp 150 ribu ini hanya Rp 100 ribu. Adanya taping box bisa sangat membantu pendataan. Pengusaha juga punya pembukuan dan nanti diperiksa juga dengan data yang kami miliki,” ucap Eko.
Dikatakan Eko, saat ini masih ada juga pengusaha nakal yang tak melaporkan pendapatan aslinya.
Padahal Bapenda juga mempunyai data yang valid sesuai dengan tingkat kunjungan ke tempat tersebut berdasarkan hasil pantauan petugas di lapangan.
Hal ini tandasnya, tentu tidak bisa terus dibiarkan dan Bapenda terus berupaya agar pajak yang disetorkan sesuai dengan yang seharusnya.
Masalahnya, konsumen sudah membayar sekaligus dengan pajaknya yang artinya konsumen telah memberi amanat ke pengusaha untuk menitipkan pajaknya.
“Ini kan pajak amanat dari konsumen yang dititipkan kepada pengusaha. Jadi kalau sampai tak disetorkan, ada kesalahan yang dilakukan yang dilakukan pengusahanya,” kata Eko.
Ditanya terkait masih adanya sejumlah restoran yang hingga saat ini tidak mencantumkan pajam di struk pembayaran, diakui Eko hal tersebut tidak dibenarkan. Eko pun sudah meminta agar pajak yang ditarik di konsumen tercantum dalam struk pembayaran.
Pihaknya tambah Eko, telah berupaya mengkonfirmasi hal itu terhadap pengusaha bersangkutan. Jawabannya, itu merupakan salah satu strategi marketing karena banyak konsumen yang tidak suka dikenakan pajak ketika makan di restiran.
Namun mulai saat ini sudah diintruksikan agar pajak dicantumkan dalam struk pembayaran.
Lebih jauh Eko menyebutkan, pada tahun ini target pajak yang dibebankan ke Bapenda sebesar Rp 110 miliar. Dari jumlah tersebut sekitar 80 persen sudah terealisasi saat ini.(Aep Hendy S)***